Jakarta, CNN Indonesia --
Menjelang pertandingan tim nasional Vietnam U-23 versus Malaysia, Indonesia menyampaikan pesan cinta: Ini SEA Games 2025 Thailand.
Mengapa pertandingan Vietnam kontra Malaysia di Stadion Rajamangala, Bangkok, Kamis (11/12), jadi sorotan Indonesia? Karena ada potensi main mata dalam laga ini.
Saat ini, Vietnam dan Malaysia hanya butuh poin imbang untuk lolos ke babak semifinal. Jika hasilnya remis, peluang Indonesia tertutup. Indonesia, sang juara bertahan, tersingkir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sepak bola, tentu saja hasil imbang itu biasa; lumrah; normal; sah-sah saja. Namun, kalau jiwa sportivitas yang diusung sepak bola tak muncul dalam laga itu, akan mencederai.
Dalam hal ini, pihak Indonesia sangat percaya pada Vietnam dan Malaysia. Jiwa patriotik mereka akan menyala-nyala membela lambang di dada: bendera bangsa dan negara.
Wakil Ketua Umum PSSI Ratu Tisha menegaskan itu. Menurut pemegang gelar FIFA Masters ini, PSSI sama sekali tak ragu dengan kualitas sportivitas Vietnam dan Malaysia.
Manajer Timnas Indonesia U-23, Sumardji, sepemikiran. Menurut perwira polisi ini, Indonesia yakin duel Vietnam versus Malaysia akan sengit, ketat, dan menarik.
Kasarnya, sepak bola gajah, tak akan tersaji di ibu kota Thailand. Harga diri pemain sepak bola, sangat tinggi. Saat membela bangsa dan negara, tak ada kata main mata. Haram.
Karena itu, Sumardji fokus membenahi mentalitas Ivar Jenner dan kawan-kawan. Bukan laga Vietnam versus Malaysia yang penting, laga Indonesia kontra Myanmar yang krusial.
Indra Sjafri, pelatih Timnas Indonesia U-23, juga menghikmati itu. Baginya, meracik performa Garuda Muda agar tampil trengginas melawan Myanmar, jauh lebih utama.
Itulah pesan Indonesia untuk Vietnam dan Malaysia yang akan bertarung di laga pemungkas Grup B SEA Games 2025. Apapun hasilnya, Indonesia akan main garang di Chiang Mai.
Baca kelanjutan berita ini di halaman berikutnya>>>
Dinamika pelaksanaan SEA Games 2025 diwarnai perang. Ada konflik bersenjata antara negara bertetangga, Kamboja dan tuan rumah Thailand, di perbatasan kedua negara.
Awalnya, kontingen Kamboja akan tetap tampil dalam pesta olahraga sekawanan Asia Tenggara ini. Namun, selepas seremoni pembukaan, kontingen Kamboja terpaksa ditarik pulang.
Kamboja seperti memberi pesan, kami hadir di SEA Games 2025; kami menghargai Thailand sebagai tuan rumah, tetapi kami tak bisa lanjut karena situasi kurang ideal. Izin pamit baik-baik.
Keputusan Kamboja, menarik kontingen dari SEA Games 2025, tentu saja patut dihormati. Dan, kiranya ini saat yang tepat bagi negara-negara ASEAN, merangkul kedua saudaranya.
Ya, SEA Games 2025 bisa menjadi sarana bagi 11 anggota ASEAN, untuk bergandengan tangan lagi memajukan kawasan. Tumbuh dan maju bersama. Sudahi eskalasi yang merugikan.
Apakah bisa? Tentu saja elite-elite olahraga negara-negara serumpun ini tak diam. Mereka semua tokoh terkemuka di negaranya. Kedamaian tentu mereka inginkan untuk ekosistem ASEAN.
Karena itu pula, pertandingan dan perlombaan selama SEA Games 2025 harus dijaga. Jiwa SEA Games sebagai alat pemersatu bangsa-bangsa ASEAN harus diperjuangkan.
Kecurangan dan ketidakjujuran sangat perlu dibuang jauh-jauh. Skeptisisme; kecurigaan; kewaspadaan, atas potensi atau kemungkinan kecurangan, patut saja digemakan.
Ini namanya saling menjaga. Saling mengingatkan. Saling mengawasi. Bukan hal negatif. Karena sejatinya, siapa pun yang menang di SEA Games, yang juara adalah Asia Tenggara.
Oleh sebab itu pula, kecurigaan Indonesia akan adanya potensi main mata Vietnam versus Malaysia, tak perlu dianggap ancaman. Ini rasa cinta dari saudara sekawasan.
Ya, itulah kira-kira pesan SEA Games, pesan Indonesia, pesan dari sang saudara untuk Vietnam, Malaysia, Thailand, Kamboja, juga negara lainnya yang gairahnya selalu dirindukan.
[Gambas:Video CNN]