SEA Games 2025: Cerita Mereka yang Kalah, yang Luput dari Sorot Cahaya

CNN Indonesia
Sabtu, 20 Des 2025 18:30 WIB
SEA Games 2025 menyimpan cerita atlet Indonesia yang kalah. Meski tanpa medali, perjuangan dan semangat mereka patut dihargai.
Di antara kemilau prestasi SEA Games 2025, ada banyak kisah mereka yang kalah. (ANTARA Foto/Nova Wahyudi)
Jakarta, CNN Indonesia --

SEA Games 2025 meninggalkan banyak cerita emas, air mata bahagia, serta perjuangan atlet. Namun, ada cerita lain yang jarang mendapat ruang.

Kisah mereka yang kalah. Mereka yang pulang tanpa medali. Mereka juga berjuang dan berkorban sama besarnya, tetapi panggung SEA Games tak cukup membuat sorot kamera datang.

Inilah cerita tentang atlet-atlet Indonesia yang pada SEA Games 2025 tak tersorot kamera. Bukan karena mereka gagal berjuang, melainkan karena hasil belum berpihak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia mengirim lebih dari seribu atlet ke Thailand. Perolehan 91 emas patut disyukuri, tetapi angka itu juga menyiratkan fakta lain, yakni jauh lebih banyak atlet yang belum naik podium.

Di situlah keheningan kerap hadir.
Tangis yang tertahan, tatapan kosong, hingga diam panjang di sudut arena. Semua menjadi pemandangan yang jarang tersiar.

Kamis (18/12) sore itu, di Hua Mark Velodrome, dinukil dari Antara, sunyi terasa begitu tebal. Asa tim balap sepeda Indonesia merebut emas nomor men's team pursuit kandas.

Indonesia, lewat Terry Yudha, Juilan Abimanyu, Yosandy Darmawan, Muhammad Andy, dan Benjamin van Aert dinyatakan tidak finis, setelah dua pembalap mengalami masalah klip pedal.

Akibatnya, tim didiskualifikasi. Kesalahan kecil, tetapi fatal. Klip pedal yang terlepas seketika menghapus rencana bertahun-tahun. Paddock Kontingen Merah Putih mendadak hening.

Wajah-wajah yang sebelumnya penuh percaya diri berubah muram. Salah satunya atlet muda Juilan Abimanyu, yang digadang-gadang menjadi masa depan balap sepeda Indonesia.

Cerita serupa datang dari atlet kickboxing, Andi Mesyara Jerni Maswara. Sempat meluapkan emosi di media sosial karena merasa dicurangi, ia akhirnya memberikan klarifikasi.

Emosi itu manusiawi. Namun, pada akhirnya, olahraga menuntut sportivitas untuk menerima hasil, seberat apa pun rasanya. Menerima kekalahan dengan lapang dada.

Dari cabang balap sepeda, Ayustina Delia Priatna, memahami betul rasa kehilangan yang dirasakan rekan-rekannya. Ayustina pun tak mampu menahan haru ketika hanya meraih medali perunggu.

Ia finis di posisi ketiga, di bawah pembalap Malaysia Zubir Nur Aisyah Mohamad dan Valencia Tan asal Singapura. Padahal sebelumnya, Ayustina sudah menyumbang emas dari nomor individu.

Tangis Ayustina bukan semata karena perunggu, melainkan karena empati. Ia tahu betul bagaimana rasanya berjuang keras, namun hasil tak sepenuhnya sesuai harapan.

Kepada rekan-rekannya, Ayustina memberi semangat. Dia mengatakan kegagalan adalah bagian dari proses, dan proses itulah yang membentuk seorang juara.

Dari ring tinju, raut kekecewaan juga menghiasi wajah Maikhel Roberrd Muskita. Ia tertunduk lesu saat pengalungan medali perak setelah takluk dari petinju Filipina Eumir Felix Marcial.

Maikhel kecewa karena selama ini banyak yang ia korbankan. Padahal, selangkah lagi ia bisa meraih emas. Namun, ia berjanji bangkit, menatap Asian Games 2026 .

Banyak atlet lainnya merasakan hal serupa. Mereka inilah yang jarang disorot kamera. Tidak berisik ketika kalah, tidak mencari kambing hitam, tidak pula menyalahkan wasit atau keadaan.

Mereka menerima dengan lapang dada, meski luka masih terasa. Dalam diam, mereka menata ulang mimpi. Sebab, olahraga bukan hanya tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah.

[Gambas:Video CNN]

(abs/sry)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER