Jakarta, CNN Indonesia -- CEO Renault Carlos Ghosn mengumumkan pihaknya tetap menjalankan bisnis otomotif di Iran meski akan terkena dampak sanksi ekonomi Amerika Serikat terhadap Iran. Tak seperti
PSA Grup yang memutuskan untuk meninggalkan Prancis.
"Kami tidak akan tutup, bahkan jika kami harus sangat berhemat," kata Carlos Ghosn pada pertemuan pemegang saham tahunan di Paris beberapa waktu lalu dilansir AFP.
"Ketika pasar dibuka kembali, kenyataan bahwa kami tetap hadir, pasti kami dapat keuntungan," ujar Ghosn memprediksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya Presiden AS Donald Trump mengumumkan pada bulan Mei bahwa ia menarik diri dari kesepakatan 2015 di mana kekuatan dunia menawarkan bantuan memberikan sanksi terhadap Teheran sebagai ganti pengekangan terhadap program nuklir Iran.
Keluarnya AS berarti memberlakukan sanksi baru terhadap Iran, sementara perusahaan internasional yang tetap melakukan bisnis di sana diprediksi akan terkena dampaknya jika mereka tidak keluar dari negara tersebut antara 90 dan 180 hari ke depan.
Perusahaan termasuk pembuat pesawat Boeing, perusahaan minyak Prancis Total, dan perushaan pengiriman Maersk dari Denmark telah mengumumkan rencana untuk mundur, sementara Nike telah berhenti memasok sepatu tim sepak bola Iran.
PSA Grup yang merupakan rival Renault, yang memproduksi merek Peugeot, Citroen, Opel dan Vauxhall juga mengumumkan akan keluar dari Iran untuk mematuhi sanksi AS.
Tapi Ghosn mengisyaratkan bahwa Renault, yang terhitung 160.000 mobil terjual di Iran tahun lalu dari total 3,76 juta akan mencoba untuk tetap di negara itu. "Kami memiliki masa depan di Iran," jelas Ghosn.
"Namun, kami tidak akan melakukannya untuk merugikan minat terhadap Renault, kami akan mengawasi dengan seksama untuk memastikan kehadiran kami di Iran tidak memprovokasi langkah-langkah pembalasan langsung atau tidak langsung pada pihak otoritas Amerika," tegas Ghosn.
Ucapan Ghosn berkaca pada Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyesalkan keputusan Trump membatalkan kesepakatan dengan Iran soal nuklir yang disepakati di Wina, Austria, pada 2015.
(rgt/mik)