Jakarta, CNN Indonesia -- Viral di media sosial kecelakaan yang terekam
mobil kamera di dasbor. Kecelakaan diduga terjadi di jalan bebas hambatan (tol) JORR yang melibatkan
Toyota Fortuner dalam kondisi hujan.
Dalam video tersebut terlihat Fortuner warna putih melaju kencang di lajur paling kanan. Sepersekian detik kemudian, mobil hilang keseimbangan kemudian menabrak pembatas jalan yang berada di sebelah kiri. Mobil terseret dan akhirnya terbalik.
Akun achmad_subechi mengunggah bahwa kamera dasbor merekam insiden pada 25 Januari 2019. Ia juga menulis "Hati2 ngebut di jalan basah, resiko bahaya
aquaplaning/hydroplaning sangat besar."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktis kecelakaan yang melibatkan SUV berprofil jangkung tersebut mendapat perhatian dari para warganet.
Kecelakaan di jalan tol seperti itu bisa terjadi kapan saja bila pengemudi tidak sigap, terutama saat hujan yang menimbulkan
aquaplaning (genangan) pada ban kendaraan. Pengemudi yang tidak siap mengantisipasi aquaplaning bisa menimbulkan potensi kecelakaan.
Untuk diketahui
aquaplaning merupakan kondisi traksi ban ke permukaan aspal tidak maksimal karena terhalang lapisan air. Dalam kondisi seperti itu kendaraan cenderung sulit dikendalikan dan bisa berujung kecelakaan.
Aquaplaning bukan hanya bisa terjadi saat hujan, tetapi mungkin juga setelah hujan saat jalanan masih basah. Pada kondisi hujan pandangan pengendara pasti berkurang hingga posisi genangan air bisa saja tidak terlihat.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menjelaskan bahwa faktor-faktor itu misalnya kecepatan yang terlalu tinggi saat melewati genangan air atau kondisi ban tidak sehat.
Menurut Jusri pada saat hujan ataupun ketika permukaan jalan basah atau licin, kecepatan kendaraan sudah seharusnya di bawah ideal.
"Pada saat di permukaan datar sekali pun, genangan air 1 cm saja menjadi lapisan film yang memisahkan permukaan ban dan permukaan jalan. Lapisan film ini yang jelas, secara analogi, akan mengurangi cengkeraman ban dari permukaan jalan," ucap Jusri.
Jusri menganalogikan saat kendaraan ngebut melewati genangan air 1 cm seperti batu tipis yang dilempar ke permukaan danau. Pada kondisi seperti itu sangat sulit sekali mengendalikan kemudi.
"Ketika terlalu cepat, ya selip. Jadi antisipasinya begitu jalan basah, kurangi kecepatan, ada genangan air kurangi kecepatan. Kalau kita lalai, teknik
recovery-nya yang pertama jangan mengerem, lalu mengarahkan roda depan ke arah selip," ujar Jusri.
Selain jangan mengerem, Jusri juga mengatakan dilarang menggunakan teknik
engine brake untuk mengurangi kecepatan kendaraan. Selepas
aquaplaning penting untuk membebaskan semua roda dari hambatan.
Pada kendaraan manual dikatakan pengemudi harus sigap menekan kopling sementara pada otomatis segera memindahkan tuas transmisi dari posisi D (Drive) ke N (Netral).
"Bila lari ke kiri, setir tekuk ke kiri, baru di-
counter ke kanan, ini dilakukan berkali-kali sambil menekan kopling. Tujuannya memutuskan tenaga mesin ke roda dan membuat putaran roda-roda bebas sehingga kecepatan putaran roda akan sama dengan momentum," jelas Jusri.
Pengereman dikatakan bisa dilakukan ketika kendaraan sudah dalam posisi bisa dikendalikan.
"Rem yang dilakukan seketika itu malah bisa berbahaya. Kalau turun gigi (seperti praktek
engine brake), dia akan menahan momentum atau kecepatan massa. Kecepatan massa ini kan tidak terlihat," tutup Jusri.
(ryh/mik)