Jakarta, CNN Indonesia --
Suzuki merupakan merek terlaris kelima di Indonesia, namun kendaraan yang paling dominan menopang penjualannya bukan Ertiga, melainkan
Carry. Pikap ini secara tradisional adalah jagoan Suzuki dari masa ke masa hingga sekarang.
Carry telah malang melintang sebagai andalan para pengusaha nasional sejak puluhan tahun silam. Bisa dibilang Carry adalah model legenda merek berlogo S ini di Tanah Air.
Pikap Carry terus bertransformasi hingga generasi barunya diluncurkan pada April 2019. Carry telah berubah total dari bentuk bodi hingga mesin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Generasi kedua Suzuki Carry. (Foto: Dok. Suzuki Indonesia) |
Beberapa bulan pasca peluncurannya,
CNNIndonesia.com mendapat kesempatan mencicipi mobil andalan para pebisnis di Tanah Air ini. Saya menjajal Carry bersama sejumlah media nasional di Makassar, Sulawesi Selatan.
Satu unit Carry diisi tiga orang. Kebetulan salah satu ubahan Carry memang terletak pada kapasitas tempat duduk. Tuas transmisi yang berada di dasbor menjadikan kabin bisa ditempati tiga orang sekaligus.
Dari penjelasan Suzuki, membuat kabin agar pas dinaiki tiga orang merupakan respons atas permintaan konsumen. Banyak konsumen yang meminta agar Carry bisa ditumpangi sopir, kenek, dan pengangkut barang.
Pada varian teratas memiliki kelebihan pendingin ruangan, pemutar musik, dan
power steering. Namun pada sesi pertama saya mendapat jatah Carry varian terendah. Mobil ini sangat sederhana, atau tanpa kelebihan yang saya sebutkan di atas.
Perjalanan pun saya mulai dengan bercucuran keringat karena kebetulan Makassar pada siang itu sangat terik. Upaya mendinginkan tubuh dengan membuka kaca jendela pun terasa sia-sia.
Duduk di balik kemudi Carry untuk tinggi badan 184 cm agak menyulitkan, terutama di bagian tangan. Posisi mengolah roda kemudi terasa tidak pas karena siku berdempetan dengan pintu dan rekan di samping kiri. Namun ruang kakinya lega dan bisa disesuaikan karena jok dapat dimaju-mundurkan.
Carry saat ini punya hidung yang sedikit panjang, namun pandangan ke depan terbilang leluasa tanpa
blind spot atau titik buta.
Impresi awal mengendarai pikap ini menyenangkan. Mesin sangat responsif mengikuti perintah sesuai dengan pijakan kaki ke pedal gas.
Hanya saja, setir yang berat karena belum menggunakan power steering membuat saya sedikit mengeluarkan tenaga saat meliuk di kepadatan jalan Makassar saat itu.
 Transmisi Suzuki Carry manual 5-percepatan. (Foto: Dok. Istimewa) |
Transmisi Sulit DipindahProses memindahkan gigi terkadang terasa sulit buat saya. Memasukkan gigi ke posisi satu, lalu dua, dan seterusnya, begitu juga menurunkannya harus penuh konsentrasi. Intinya memindahkan tuas transmisi sering tidak pas dan terasa keras.
Bahkan salah satu rekan sempat kesulitan menurunkan transmisi saat posisi jalan yang tiba-tiba menanjak.
Carry diketahui menggunakan transmisi manual lima percepatan. Suzuki diketahui sudah menarik model generasi sebelumnya karena masalah proses perpindahan gigi yang dikeluhkan kerap 'nyangkut'.
 Suzuki Carry. (Foto: Dok. Suzuki Indonesia) |
'Menyiksa' CarryPerjalanan 'menyiksa' Carry tidak hanya terpusat di Ibukota. Saya dan rombongan juga mengambil lokasi di area bebatuan hingga perbukitan. Kontur dan medan jalan seperti ini memang cocok untuk membuktikan keandalan Carry.
Beruntung saat kondisi jalan sudah berubah, Carry yang saya gunakan diganti dengan varian teratas.
Pada varian ini saya merasa lebih nyaman lantaran suasana kabin menjadi lebih sejuk dan terdapat pemutar musik yang membuat suasana perjalanan lebih menghasilkan. Roda kemudi yang semula berat berubah menjadi lebih ringan karena sudah dilengkapi power steering.
Sementara itu mesin 1.500 cc Carry yang merupakan versi lain dari dapur pacu Ertiga sangat bisa diandalkan. Berbagai medan jalan, ditambah beban tambahan seberat 500 kg (menurut keterangan Suzuki) yang diletakkan pada bak tidak terasa menyulitkan perjalanan.
Pikap ini terus melesat sesuai keinginan saya baik itu jalan menanjak, atau kontur berbatu dan berpasir.
Perpaduan sasis, suspensi depan
macpherson strut, dan belakang
leaf rigid axle bekerja optimal. Pikap ini pun tak terasa limbung meski memasuki jalan menikung di area perbukitan.
Perjalanan terus berlanjut hingga akhirnya saya tiba di perbukitan Malino Highland. Selama perjalanan saya juga sempat merasakan duduk sebagai penumpang di kabin. Kabin memang terasa luas lantaran kaki tidak terhimpit dasbor.
Namun, tidak tersedianya headrest membuat kepala tidak nyaman. Kepala bakalan sering terbentur bodi kabin belakang yang keras.
 Suzuki Carry. (Foto: CNN Indonesia/Rayhand Purnama Karim JP) |
KesimpulanMenyebut Suzuki Carry sebagai legenda memang tepat. Meski banyak ubahan pada generasi terbarunya, ciri khas sebagai pikap 'bandel' masih terasa dalam perjalanan saya bersama Carry dengan jarak tempuh sekitar 60 km.
Ubahan pada sektor mesin juga tidak menghilangkan karakter Carry sebagai pikap tangguh untuk segala medan.
Sebagai catatan, Suzuki mungkin harus melalukan pengecekan pada sektor transmisi. Permasalahan itu mungkin tidak masalah buat sebagian orang, namun bukan tidak mungkin ke depan konsumen akan melakukan protes lantaran masalah tersebut.
(ryh/fea)