Maju Mundur Kena Pajak Mobil Baru 0 Persen
Masyarakat kelas menengah di Indonesia kembali digoda produk mobil baru usai pemerintah mengumumkan relaksasi pajak mobil baru 0 persen yang akan berlaku pada 1 Maret 2021.
Aturan keringanan membeli mobil baru ini sebelumnya sempat diembuskan pertengahan 2020 karena pandemi Covid-19 merontokkan penjualan otomotif, dan menemui jalan buntu karena dinilai tak sesuai dengan kebijakan negara. Namun akhirnya disetujui Kementerian Keuangan setelah melakukan kajian sejak Oktober 2020.
Pemerintah menyebutkan diskon yang akan berlaku tersebut yakni memangkas komponen Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pada tiga bulan pertama, diskon hingga 100 persen, kemudian 50 persen dari tarif normal pada tiga bulan berikutnya, dan 25 persen dari tarif normal pada tahap ketiga untuk empat bulan.
Sedangkan mobil yang dapat menerima diskon ini antaranya kendaraan roda empat bermesin tidak lebih dari 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Segmen ini dipilih karena paling diminati kelompok masyarakat dengan pembelian di dalam negeri di atas 70 persen, disumbang Daihatsu Xenia, Daihatsu Terios, Mitsubishi Xpander, Suzuki Ertiga, Toyota Avanza, Toyota Rush dan Toyota Vios untuk kategori sedan.
Potongan pajak mobil baru bagi pemerintah dan asosiasi yang menaungi di dalamnya, yakni Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), dianggap sebagai obat mujarab menyelamatkan lesunya industri otomotif di tengah pandemi corona (Covid-19).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira berpendapat kebijakan tersebut juga perlu mendapat perhatian.
Sebab menurut Bima, ia tidak yakin PPnBM nol persen langsung berdampak positif, yaitu menyelamatkan industri otomotif dalam negeri kembali ke penjualan 1 juta unit per tahun.
Hal demikian dijelaskan Bima, pada masa pandemi mobilisasi masyarakat berkurang sehingga berdampak kepada daya beli konsumen. Kata Bima jika pun masyarakat memiliki daya beli, sebagian besar bukan ditujukan kepada produk otomotif.
"Saat ini masalah mobilitas penduduk yang masih rendah, membuat prioritas belanja masyarakat bukan beli mobil baru," kata Bima melalui pesan singkat, Selasa (16/2).
"Setidaknya jika prediksi Bappenas soal virus bisa terkendali September 2021, maka prioritas belanja masyarakat adalah kesehatan, makanan minuman dan kebutuhan primer lain. Sedangkan kendaraan bermotor bukan prioritas utama, masih dianggap kebutuhan tersier bahkan di kelas menengah," ungkapnya kemudian.
Bima juga bilang di masa pandemi, perusahaan leasing atau pembiayaan masih akan ketat dalam menyeleksi pembeli mobil secara kredit. Mereka tentu tak ingin menambah risiko kredit macet akibat program ini.
"Bank dan leasing kondisinya sedang menghadapi risiko kredit macet sehingga lebih selektif memilih calon debitur," ucapnya.
Efek lain yang juga perlu mendapat perhatian, yakni berkurangnya penerimaan negara setelah PPnBM pada periode tertentu dihilangkan.
"Berikutnya soal turunnya penerimaan negara dari kendaraan bermotor. Padahal rasio pajak terus alami penurunan dan negara sedang alami pelebaran defisit anggaran. Bagaimanapun juga penerimaan pajak dari kendaraan bermotor sangat penting untuk menambal pendapatan negara," ucap Bima.
Terkait berkurangnya penerimaan negara, hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso.
Susiwijono membeberka pemerintah berpotensi kehilangan pendapatan pajak sekitar Rp1 triliun sampai Rp2,3 triliun jika PPnBM mobil baru 0 persen berlaku.
"Potensi penurunan revenue dari angka Rp1 triliunan sekian sampai Rp2,3 triliun," kata Susiwijono.
Tetap menguntungkan
Kendati demikian, Susiwijono mengatakan diskon pajak mobil tetap akan menguntungkan. Susiwijono mengatakan kebijakan tersebut akan membuat semua sektor bergerak.
Susiwijono mengurai setelah masyarakat melakukan pembelian, maka produksi ikut meningkat. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan produksi, manufaktur otomotif akan melakukan pemesanan bahan baku ke industri lain yang berkaitan dengan komponen kendaraan bermotor.
Hal ini memungkinkan setoran pajak dari industri lain meningkat. Bahkan, diyakini kenaikannya melebihi setoran pajak dari para industri di awal era pandemi 2020.
"Sehingga hitung-hitungan kemarin masih cukup positif daripada potential loss yang ada," ucap Susiwijono.
Sementara Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto mengatakan penerapan relaksasi PPnBM bisa menggairahkan industri otomotif dan semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Pada tahun lalu Jongkie menyatakan wholesales mobil turun sekitar 48 persen, ritel jatuh 44 persen, dan produksi dalam negeri terjun bebas hingga 44 persen.
Di sisi lain Jongkie meminta kepada para anggota yang memiliki produk dengan kriteria PPnBM nol persen mempersiapkan diri dalam menerapkan harga mobil pasca aturan berlaku dan persiapan pabrik sebagai antisipasi meningkatnya permintaan.
"Kami imbau kepada para anggota persiapan diri segera memulai produksinya kembali, komponen juga demikian pabrik komponen karena ini semua berkaitan," kata Jongkie.
Produsen belum percaya diri
Gaikindo melalui Jongkie optimistis penjualan mobil baru setelah relaksasi PPnBM bergulir naik 40 persen. Bahkan dalam tiga bulan pertama, penjualan setiap bulannya akan menyentuh angka 50 ribu unit hingga 70 ribu unit.
"Perkiraan kami, Maret, April, Mei ini angka bisa meningkat dari 50 ribu per bulan mungkin bisa sampai 60-70 ribu unit. Mungkin ada peningkatan 40 persen karena itu memang segmen terbesar mobil-mobil yang akan diberikan stimulus itu," ucap Jongkie
Namun begitu, sejumlah Agen Pemegang Merek (APM) belum seoptimitis Gaikindo mengenai angka penjualan usai ketentuan berlaku bulan depan.
Direktur Marketing Astra Daihatsu Motor (ADM) Amelia Tjandra mengatakan pihaknya baru dapat berbicara mengenai perkiraan angka penjualan pasca PPnBM nol persen jika ketentuan pelaksanaan aturan itu keluar. Jika belum pihaknya tak dapat memperkirakan apa-apa.
"Belum bisa hitung jika juklak (petunjuk pelaksanaan) belum keluar," ucap Amelia.
Hal yang sama juga diutarakan Direktur Marketing Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi. Kedua merek ini memang dikenal sebagai produsen yang memiliki ragam produk dengan klasifikasi mesin di bawah 1.500 cc produksi dalam negeri dengan kandungan lokal 70 persen.
"Untuk angka penjualan, kami juga sedang pelajari lebih detil," ucap Anton.
Hanya, Anton berharap ketentuan yang akan dirilis pemerintah dapat berdampak besar sehingga menggairahkan pasar mobil nasional.
"Harapannya tentu positive impact ke demand pasar," ujar Anton.
(ryh/mik)