Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Putu Suryawirawan menyinggung soal pajak emisi kendaraan bermotor yang dikatakan harus sesuai dengan standar di negara lain.
Putu yang menjadi pembicara di seminar nasional 100 Tahun Industri Otomotif Indonesia Mewujudkan Net-Zero Emission di Indonesia, Rabu (27/7), mengatakan hal itu perlu secara bersama diperhatikan sehingga aturan yang digunakan tidak terasa asing bagi para investor, terutama bagi sektor otomotif di Tanah Air.
"Terakhir sedikit menyinggung kita bicara skema pajak karbon ini yang perlu sama-sama perhatikan ke depan supaya kita mengadopsi juga tata cara perhitungan yang digunakan negara lain," kata Putu dalam acara Ekosistem Hijau dan Indonesia Bebas Karbon disiarkan secara daring, Rabu (27/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika aturan yang digunakan tidak sesuai, ia khawatir investor malah mengurungkan minat melakukan investasi.
Meski sudah mengungkap kekhawatiran, Putu tidak menjelaskan lebih rinci aturan pajak emisi yang dimaksud itu.
"Jangan sampai kita menerbitkan peraturan yang tidak kompatibel dengan tetangga kita dan itu akan menyebabkan minat investasi berkurang," ungkap dia.
"Sudahlah produksi Thailand, padahal Indonesia Thailand Asean One, terus dijual di Indonesia. Ini kami tidak mau," sambung Putu.
Lebih lanjut Putu mengatakan peraturan yang diterapkan di Indonesia, basisnya harus mengadopsi ketentuan secara internasional.
"Kami harapkan kita juga mengadopsi ketentuan internasional yang pada umumnya dipakai jadi tidak tertinggal dan dianggap asing dari negara lain," kata Putu.
Indonesia diketahui memiliki sejumlah aturan yang diklaim dapat membuat industri kendaraan listrik menggeliat, termasuk terkait pajak berbasis emisi.
Aturan pertama yang diundangkan yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai pada 12 Agustus 2019. Perpres 55/2019 menjadi aturan awal yang disebut sebagai payung hukum kendaraan listrik Indonesia.
Setelahnya ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Ketentuan baru soal PPnBM ini ditetapkan 15 Oktober 2019 oleh Presiden Joko Widodo dan akan berlaku dua tahun setelahnya, yakni pada 2021. Ketentuan ini akan digunakan pemerintah merumuskan pajak kendaraan, khususnya PPnBM.
Pada aturan PPnBM baru itu pengenaan tidak lagi berdasarkan bentuk kendaraan seperti aturan sebelumnya. Pengenaan PPnBM diubah menjadi berdasarkan emisi gas buang yang dikeluarkan kendaraan.
Itu berarti semakin besar emisi yang dikeluarkan maka semakin besar pula beban pajaknya. Ini bakal menguntungkan kendaraan berteknologi hijau, terutama murni listrik.
Selanjutnya ada aturan soal kendaraan listrik yang dirilis Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Regulasi ini yakni Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 45 Tahun 2020 Tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik.
Kendaraan tertentu yang dimaksud antaranya skuter listrik, sepeda listrik, hoverboards, sepeda roda satu listrik, dan otopet listrik.
Regulasi lainnya yakni Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai. Aturan ditetapkan 4 Agustus 2020 oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan diundangkan 7 Agustus.
Salah satu hal penting dalam menciptakan ekosistem kendaraan berbasis listrik adalah infrastruktur yang meliputi stasiun pengecasan baterai atau disebut stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Aturan berikutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2020.
Terakhir ada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menelurkan dua regulasi sekaligus.
Pertama Permenperin Nomor 27 Tahun 2020 Tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Regulasi kedua yakni Permenperin Nomor 28 Tahun 2020 Tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap.
Sebagai kelanjutan aktivitas rangkaian Seminar Nasional yang dimulai di Universitas Diponegoro (UNDIP) di Semarang pada Mei lalu.
Kali ini, Toyota Indonesia kembali mendukung rangkaian seminar nasional tahap kedua dengan berkolaborasi bersama civitas akademia Universitas Udayana (UNUD) di Bali, dengan tema Seminar Nasional: 100 Tahun Industri Otomotif Indonesia Mewujudkan Net Zero Emission di Indonesia "Pariwisata Hijau dan Berkelanjutan Bali Menuju Net Zero Emission di Indonesia."
Aktivitas seminar ini menjadi bentuk partisipasi aktif berbagai stakeholder pendukung, seperti sektor pendidikan, industri pariwisata, serta industri otomotif nasional untuk mewujudkan cita-cita Pemerintah mencapai target masa depan Indonesia "Bebas Emisi."
Dalam upaya terus mewujudkan komitmen tumbuh berkembang bersama masyarakat Indonesia, memberikan solusi kendaraan hijau, dan industri otomotif nasional yang sustainable menuju 50 tahun mendatang.
Kolaborasi "Triple Helix" berupa sinergi positif Pemerintah, Akademisi, dan Industri dapat menjadi solusi nyata mencapai netralitas karbon yang merupakan target nasional yang harus dicapai pada tahun 2060 mendatang.
Target Net Zero Emission menjadi sebuah tantangan tersendiri yang tidak mudah dicapai tanpa kolaborasi membangun dari semua pihak juga andil serta partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam upaya Indonesia dan dunia yang lebih bersih sehingga bisa dinikmati tidak hanya untuk saat ini namun berkelanjutan di masa depan.
Kehadiran kolaborasi "Triple Helix" juga menjadi penopang untuk pembentukan ekosistem hijau yang menjadi langkah awal guna mencapai target netralitas karbon. Tatanan kehidupan yang menyeluruh dari proses hulu, hingga hilir, tentunya memerlukan kolaborasi dan dukungan seluruh stakeholder.
"Pembentukan ekosistem hijau menjadi wujud nyata dalam upaya mengurangi karbon sebagai musuh bersama. Kami ingin mendukung Pemerintah, civitas akademia, dan industri untuk mengembangkan sistem mobilitas yang ramah lingkungan di Bali sebagai best practice destinasi wisata hijau," ujar Bob Azam, External Corporate Affairs Director PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).
"dengan memberikan solusi teknologi kendaraan elektrifikasi lengkap, yang mengusung strategi multipathway, mengkombinasikan kendaraan rendah emisi seperti LCGC dan flexy engine, HEV, PHEV, BEV, dan FCEV serta menawarkan konsep mobilitas baru sehingga semua lapisan masyarakat dapat berkontribusi pada pengurangan emisi dalam mobilitasnya," ucap Bob kemudian.
(ryh/fea)