Anies Sebut Emisi Mobil Listrik Lebih Tinggi dari Bus, Cek Faktanya
Bakal calon presiden (Bacapres) 2024 Anies Baswedan mengkritik pemberian subsidi mobil listrik oleh pemerintah bukan sebuah solusi untuk mengatasi polusi udara.
Anies mengatakan solusi atas masalah polusi udara bukan terletak pada subsidi untuk mobil listrik. Bahkan, kata dia, emisi karbon mobil listrik masih lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak.
"Kalau kita hitung apalagi ini, contoh ketika sampai pada mobil listrik, emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minya," kata Anies dalam acara deklarasi relawan Amanat Indonesia (ANIES) di GBK Senayan, Jakarta, Minggu (7/5).
"Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak sementara mobil memuat orang sedikit, ditambah lagi pengalaman kami di Jakarta, ketika kendaraan pribadi berbasis listrik dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya, dia akan menambah mobil di jalanan, menambah kemacetan di jalanan," imbuhnya.
Untuk membuktikan pernyataan Anies, tentu perlu melihat perhitungan emisi karbon baik dari mobil listrik maupun bus konvensional. Namun begitu, Anies tidak menjelaskan secara spesifik cara hitung-hitungannya yang ia sampaikan tersebut.
Sementara itu, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan mobil listrik memang masih mengeluarkan emisi. Namun demikian, dengan menggunakan mobil listrik masyarakat sudah berkontribusi mengurangi emisi sampai 56 persen.
"Sebagai gambaran, 1 liter bahan bakar minyak (BBM) setara dengan 1,2 kilowatt hour (kWh) listrik. Emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kilogram CO2e, sedangkan 1,2 kWh listrik emisinya setara 1,02 kg CO2e," kata Darmawan, mengutip laman resmi PLN.
Kemudian, Indonesia juga termasuk dalam negara yang sebagian besar listriknya berasal dari sumber intensif CO2 seperti batu bara dan gas, sehingga mobil listrik tetap akan mengeluarkan emisi karbon dioksida.
Hitungannya, mobil listrik menghasilkan 1,07 kilogram CO2 per kWh yang digunakan. Jadi, misalnya mobil listrik dengan baterai 80 kWh, jumlah CO2-nya mencapai 85,6 kilogram, mengutip Nissan.
Sedangkan, satu bus penumpang bisa menghasilkan emisi sekitar 1,3 kg CO2 per Km, mengutip Carbon Independent. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bus sebagai moda transportasi massal digunakan oleh banyak orang, tidak seperti mobil listrik yang digunakan hanya pribadi atau segelintir orang.
Penelitian ungkap ketergantungan mobil listrik buruk bagi bumi
Hasil data penelitian Toyota juga menunjukan hal berbeda dari anggapan orang-orang mengenai mobil listrik ramah lingkungan dan mampu menekan emisi karbon.
Gill Pratt, Kepala Peneliti Toyota mengungkapkan hanya bergantung pada mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) tanpa memperhatikan teknologi lain seperti hybrid atua hidrogen justru bisa berdampak lebih buruk untuk lingkungan.
Dalam forum Ekonomi Dunia (WEF) Davos beberapa waktu lalu, Pratt mengatakan mobil listrik memang tidak menghasilkan emisi gas buang, tapi sangat tergantung pada ketersediaan litium sebagai mineral yang digunakan dalam produksi paket baterai.
Pratt kemudian menjelaskan masalah di balik mobil listrik bertenaga baterai melalui contoh sederhana. Misalnya, 100 mobil berbahan bakar mesin akan mengeluarkan 250 g/km CO2.
Kemudian, jika satu mobil listrik menggunakan 100 kWh, tapi 99 lainnya tetap menggunakan bahan bakar bensin, maka emisi CO2 hanya berkurang menjadi 248,5 g/km.
"Tesis kami adalah ini belum tentu merupakan hal terbaik untuk dilakukan sepanjang waktu, karena dalam hal ini kami hanya mengganti satu, tetapi 99 lainnya masih mobil berbahan bakar mesin. Rata-rata emisinya hanya turun sedikit," kata Pratt.