Kementerian ESDM menargetkan 13 juta sepeda motor BBM dikonversi menjadi motor listrik pada 2030. Ini merupakan bagian dari usaha menjalankan road map Indonesia menuju nol emisi (net zero emission/NZE) pada 2060.
Berdasarkan road map menuju nol emisi yang pernah diungkap ESDM, peralihan sektor transportasi adalah salah satu dari lima prinsip utama.
Pada 2040 Indonesia sudah tak lagi menjual motor konvensional berbasis bahan bakar minyak (BBM). Sedangkan mobil BBM berhenti dijual pada 2050.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2030 sebesar 42 energi baru terbarukan didominasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), jaringan gas digunakan 10 juta rumah tangga, mobil listrik sebanyak 2 juta unit dan motor listrik 13 juta unit, penyaluran BBG 300 ribu serta pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh/kapita.
"Melihat target pemerintah di 2030 untuk kendaraan listrik, kita menargetkan terdapat 13 juta unit kendaraan listrik roda dua atau sepeda motor dan 2 juta kendaraan listrik roda 4 seperti mobil dan bus," ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan ESDM Andriah Feby Misna, diberitakan Antara, Selasa (13/6).
Selain itu Feby juga mengungkap target ada 67 ribu stasiun penukaran baterai untuk motor listrik dan 32 ribu stasiun pengisian baterai kendaraan listrik pada 2030.
Kendaraan listrik hasil konversi diharapkan mampu menyerap kelebihan produksi listrik PLN dan memangkas impor BBM yang kini 50 persen dari total kebutuhan.
"Dengan konversi kendaraan ke kendaraan listrik, kita bisa mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM), memanfaatkan kelebihan listrik PLN, dan mempercepat penggunaan EBT," kata Feby.
Menurut dia emisi gas rumah kaca kendaraan listrik 118 gram CO2 per kilometer, lebih kecil dari kendaraan BBM 178 gram CO2 per kilometer.
Penggunaan kendaraan listrik disebut juga lebih murah, yakni Rp178 per kilometer untuk mobil listrik. Sedangkan mobil BBM Rp747 per kilometer.
"Jadi banyak keuntungan menggunakan mobil listrik meskipun biaya pembelian masih mahal, tapi pemerintah juga memberikan insentif seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang hanya 1 persen," katanya.
![]() |