Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjelaskan sedang mengkaji pemberian insentif tambahan buat mobil hybrid yang besarannya dihitung berdasarkan emisi yang dihasilkan. Bentuk insentif ini sedang dirumuskan tetapi logikanya semakin rendah emisi maka insentif dapat semakin besar.
Saat ini jenis insentif bagi mobil hybrid, walau menggunakan baterai listrik, lebih sedikit dari mobil listrik.
Mobil listrik diberikan insentif berupa tarif 0 persen untuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu mobil listrik juga mendapatkan insentif diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen hingga menjadi 1 persen. Kemenperin juga sudah mengungkap ingin memberikan penghapusan pajak mobil impor CBU menjadi 0 persen berbasis investasi produsen.
Lihat Juga : |
Sementara mobil hybrid dikenakan tarif PPnBM sebesar 6 persen, sedangkan PKB dan BBNKB disamakan seperti mobil bermesin bakar (Internal Combustion Engine/ICE) maksimal 12,5 persen dan 1,75 persen.
Mobil hybrid layak diberikan insentif tambahan sebab dinilai berkontribusi pada dekarbonisasi yang diusung pemerintah.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier di diskusi bertajuk Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia yang digelar di kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (8/8), menjelaskan mobil ICE dengan teknologi hybrid bertujuan mengurangi emisi karbon.
"Posisi Indonesia kita masih melihat bahwa masih ditunjang oleh industri yang berbasis ICE. ICE ini bukan berarti dia tidak berkontribusi menurunkan karbon, di sinilah tekanan dunia untuk menurunkan karbon melalui inovasi teknologi," kata Taufiek.
"Kita lihat muncullah hybrid, teknologi baterai, oleh karena itu saya katakan bahwa otomotif dunia ini dalam suatu ruang kompetitif dalam mencapai carbon reduction," ujar dia lagi.
Berdasarkan pernyataan Taufiek ada rencana bila produsen bisa mengurangi emisi mobil hybrid sampai ke ambang batas yang akan ditentukan dapat diberikan insentif tambahan.
"Kami akan mencoba pendekatan yang carbon unit analisis. Misalkan sekarang produk A dia cuma 95 gram CO2 per km, nanti tahun depan dia mengeluarkan produk baru 75 gram per km, inilah yang diberikan reward supaya bisa lagi masuk 40 gram per km, ke 30 gram per km, dan seterusnya," papar Taufiek.
Pengamat otomotif LPEM Universitas Indonesia Riyanto dalam pemaparannya menjelaskan mobil hybrid mampu mengurangi emisi karbon hingga 49 persen berdasarkan hitungan emisi dari tangki bensin ke knalpot. Ini diartikan dua mobil hybrid bisa setara satu mobil listrik yang emisi karbonnya 0 persen.
Menurut Riyanto insentif tambahan yang bisa diberikan untuk mobil hybrid berupa diskon PKB dan BBNKB hingga menjadi masing-masing 7,5 persen dan 1,31 persen hingga totalnya menjadi 8,81 persen. Selain itu PPnBM mobil hybrid juga dia usulkan dipangkas sampai 0 persen atau minimal seperti Low Cost Green Car (LCGC) 3 persen.
Riyanto bilang insentif-insentif baru itu bisa mengurangi harga mobil hybrid 8-11 persen.
"Saat ini, BEV mendapatkan insentif BBN dan PKB. Saya kira ini bisa dipertimbangkan juga ke hybrid, karena bisa mengurangi emisi sampai 50 persen. Jadi, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif," kata Riyanto.
(fea)