Masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) tetap lima tahun setelah gugatan untuk menjadikannya seumur hidup ditolak hakim di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya seorang warga bernama Arifin Purwanto yang berprofesi advokat menggugat regulasi masa berlaku SIM lima tahun menjadi seumur hidup layaknya Kartu Tanda Penduduk (KTP) ke MK.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masa berlaku SIM selama lima tahun diatur Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 85 menyatakan demikian dan dapat diperpanjang.
Arifin merasa dirugikan apabila harus memperpanjang SIM setiap lima tahun sekali dan meminta hakim mengabulkan gugatan menjadi berlaku seumur hidup.
Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan KTP elektronik (KTP-el/e-KTP) dan SIM memiliki fungsi berbeda, sehingga masa berlakunya pun berbeda.
Enny mengatakan e-KTP adalah dokumen kependudukan yang wajib dimiliki semua warga negara Indonesia (WNI). Sedangkan SIM adalah dokumen surat izin mengemudi kendaraan bermotor yang tidak wajib dimiliki semua WNI.
"Masa berlaku KTP-el adalah seumur hidup karena dalam penggunaannya KTP-el tidak memerlukan evaluasi terhadap kompetensi pemilik KTP-el. Berbeda halnya dengan SIM, dalam penggunaannya SIM sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kompetensi seseorang yang berkaitan erat dengan keselamatan dalam berlalu lintas, sehingga diperlukan proses evaluasi dalam penerbitannya," kata Enny, Kamis (14/9).
Enny menjelaskan sejauh ini masa berlaku SIM selama lima tahun cukup beralasan untuk melakukan evaluasi perubahan yang dapat terjadi pada pemegang SIM.
Selain itu, perpanjangan SIM dalam rentang waktu lima tahun dinilai fungsional untuk memperbarui data pemegang SIM.
Hal itu juga dikatakan berguna mendukung kepentingan aparat penegak hukum melakukan penelusuran keberadaan pemegang SIM dan keluarganya apabila terjadi kecelakaan lalu lintas atau terlibat tindak pidana lalu lintas atau tindak pidana pada umumnya.
Sementara itu Ketua MK Anwar Usman menilai pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Permohonan dengan perkara nomor 42/PUU-XXI/2023 itu pun ditolak seluruhnya.
"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Anwar saat membacakan putusan di Gedung MK.
(ryh/fea)