Masalah Motor Listrik di Indonesia Belum Ada Standarisasi Baterai
Pendiri National Battery Research Institute (NBRI) Evvy Kartini mendorong pemerintah segera merumuskan regulasi penyamaan standar baterai kendaraan listrik, khususnya motor listrik, di Indonesia.
Menurutnya, perbedaan ukuran dan spesifikasi baterai antarprodusen menciptakan ketergantungan eksklusif pada merek tertentu. Hal ini tidak hanya menyulitkan pengguna, tetapi juga memperbesar beban investasi infrastruktur seperti stasiun penukaran baterai.
"Kenyataannya 52 merek semuanya itu beda-beda baterainya, ukurannya juga beda-beda, battery swap station-nya pun sendiri-sendiri. Artinya ini belum ada standarisasi," ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (1/6).
Evvy mengibaratkan kondisi ini mirip sistem perbankan tanpa jaringan ATM bersama. Maksudnya, walaupun berbeda merek semua kendaraan listrik semestinya bisa kompatibel di seluruh fasilitas pengisian daya.
"Kalau ATM Mandiri bisa dipakai di BRI, kenapa motor listrik tidak bisa seperti itu? Kalau ada standar, semuanya lebih mudah, lebih sederhana," ujarnya.
Ia menjelaskan penyamaan standar baterai dapat membuka jalan bagi sistem tukar baterai lintas merek. Ini akan mendorong terciptanya ekosistem kendaraan listrik yang efisien, seperti halnya SPBU yang bisa digunakan oleh semua kendaraan berbahan bakar minyak.
"Kalau sudah ada standar, tinggal colok saja motor listrik merek apa pun juga bisa pakai di stasiun tukar baterai apa saja," katanya.
Evvy menegaskan pentingnya regulasi pemerintah untuk memaksa seluruh produsen menggunakan baterai yang sesuai dengan standar nasional.
"Kalau Indonesia membuat regulasi standar, semua merek harus ikut. Jangan egois hanya mau untuk produk sendiri," tegasnya.
Dengan adanya standarisasi, biaya investasi fasilitas penukaran baterai dapat ditekan. Ia juga meyakini masyarakat akan lebih percaya diri untuk beralih ke kendaraan listrik jika tidak lagi tergantung pada satu merek atau model baterai saja.
(job/fea)