Daya beli masyarakat membeli mobil di Indonesia kian terasa melemah yang berujung penjualan tiduran selama tahunan. Salah satu faktor yang disorot yaitu gangguan pada kelas menengah, kelompok potensial penopang pembelian mobil baru.
Yannes Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah dipicu berbagai faktor termasuk terkait inflasi, tingginya biaya hidup, serta ketidakpastian kondisi ekonomi.
Kondisi tersebut dianggap telah mempersempit ruang gerak konsumen kelas menengah, yang selama ini menjadi tulang punggung penjualan mobil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya, saat ini, melemahnya kemampuan belanja kelompok kelas menengah, bahkan menyusutnya jumlah pembeli di segmen ini, disebabkan oleh tekanan inflasi, tingginya biaya hidup, serta ketidakpastian kondisi ekonomi makro, sehingga semakin mempersempit pasar potensial yang tersedia," kata Yannes dalam pesan singkat, Jumat (11/7).
Lihat Juga : |
Harga turun, tak banyak yang beli
Sejumlah produsen mobil, terutama China, sudah menjalankan berbagai macam strategi agar menggairahkan pembelian mobil baru seperti mengumbar program sensasi termasuk keringanan cicilan, memotong harga model facelift atau diskon besar yang menurunkan harga.
Yannes menilai penurunan harga tidak otomatis mendorong lonjakan penjualan mobil di Indonesia. Bahkan, strategi 'banting harga' dari sejumlah merek dikatakan terkesan kurang efektif.
"Kondisi ini mengurangi efektivitas penurunan harga oleh merek China bahkan yang sudah banjir diskon," kata Yannes.
Gaikindo mencatat penjualan retail atau penjualan langsung ke konsumen pada Januari-Juni 2025 berjumlah 390.467 unit, lebih sedikit 9,7 persen dibanding periode sama tahun kemarin.
Sementara wholesales atau distribusi dari pabrik ke dealer mengalami penyusutan 8,6 persen menjadi 374.740 unit dari sebelumnya 410.020 unit.
Penurunan lebih tajam terlihat pada penjualan Juni 2025 yang retailnya mencapai 61.647 unit. Angka itu turun ketimbang Juni 2024 sebanyak 70.290.
Sedangkan wholesales menyusut 22,6 persen dari 74.618 unit pada Juni 2024 menjadi 57.760 unit pada Juni 2025.
Yannes menyerukan perbaikan signifikan pada sektor ekonomi. Jika tidak, pasar kendaraan di Indonesia akan semakin menyusut lantaran penyerapan pasar cenderung menurun.
Ia menambahkan kondisi saat ini akan membuat pasar mobil listrik berbasis baterai tak berkembang, dalam artian hanya dinikmati kalangan atas, atau penjualan dapat terjadi jika ada pengadaan khusus dari pemerintah.
"Seperti konsumen kelas atas atau instansi pemerintah saja. Jadi rontoknya kelas menengah di Indonesia semakin mirip dengan Chilean Paradox," ucap Yannes.
(ryh/fea)