Kendaraan komersial bus dan truk Over Dimension and Over Load (ODOL) sudah merajalela di Indonesia. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta pemerintah, pusat dan daerah, berani menertibkannya.
"Harus ada langkah berani dan bijak dari pemerintah untuk menertibkan truk berdimensi dan bermuatan lebih. Tentunya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan masalah kemanusiaan, sosial dan ekonomi," kata Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat Djoko Setijowarno, Senin (11/8), diberitakan Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah ODOL disebut merugikan secara materi, terutama akibat kasus kematian yang menyertainya. Selain itu ODOL juga berdampak negatif terhadap infrastruktur jalan di Tanah Air.
Djoko memaparkan berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum pada 2025, setiap tahun terjadi pemborosan keuangan negara sebesar Rp47,43 triliun karena kerusakan jalan nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara menurut Bappenas yang mengolah data Polri, kecelakaan lalu lintas melibatkan angkutan barang sebesar 10,5 persen, tertinggi kedua di Indonesia.
"Peringkat pertama sepeda motor 77,4 persen. Selanjutnya, angkutan orang 8 persen, mobil penumpang 2,4 persen, kendaraan tidak bermotor 1,5 persen dan kendaraan listrik 0,2 persen," ujar dia.
Sebelumnya sudah digelar diskusi membicarakan masalah ODOL di Indonesia yang melibatkan berbagai pihak termsuk MTI dan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah.
Diskusi itu menghasilkan tiga agenda, yakni pemberantasan praktik pungutan liar (pungli) pada ekosistem angkutan barang, pengaturan peningkatan kesejahteraan pengemudi kendaraan angkutan barang, dan deregulasi dan sinkronisasi peraturan terkait angkutan barang.
Kemudian ada sembilan Rencana Aksi Nasional untuk implementasi zero (nol) ODOL dalam Rencana Peraturan Presiden Penguatan Logistik Nasional, yaitu integrasi penguatan angkutan barang menggunakan sistem elektronik, pengawasan, pencatatan, dan penindakan kendaraan angkutan barang.
Selanjutnya, penetapan dan pengaturan kelas jalan provinsi dan kabupaten/kota, serta penguatan penyelenggaraan jalan khusus logistik, peningkatan daya saing distribusi logistik melalui multimoda angkutan barang.
Kemudian, pemberian insentif dan disentif untuk badan usaha angkutan barang dan pengelola kawasan industri yang masing-masing menerapkan atau melanggar zero ODOL; kajian pengukuran dampak penerapan kebijakan zero ODOL terhadap perekonomian, biaya logistik, dan inflasi.
Penguatan aspek ketenagakerjaan dengan standar kerja yang layak bagi pengemudi, terutama mengenai upah, jaminan sosial, dan perlindungan hukum; deregulasi dan harmonisasi peraturan untuk meningkatkan efektivitas penegakan zero ODOL.
Serta, kelembagaan pembentukan komite kerja untuk mendorong percepatan pengembangan konektivitas nasional untuk percepatan pengembangan konektivitas dan logistik di seluruh moda transportasi.
(fea)