Korlantas Polri tengah menyusun ulang regulasi penggunaan sirene dan rotator, menyusul ramainya gerakan setop suara 'tot tot wuk wuk' untuk pengawalan di jalan raya.
Pembenahan aturan ini juga diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan sirene dan rotator di kalangan masyarakat.
"Saat ini, Korlantas Polri tengah menyusun ulang aturan penggunaan sirene dan rotator untuk mencegah penyalahgunaan," tulis kepolisian dalam situs resminya, dikutip Senin (22/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyusunan ulang regulasi tetap merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 59 ayat (5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada ketentuan ini secara jelas mengatur siapa saja yang berhak menggunakan rotator dan sirene:
a. Lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b. Lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah.
c. Lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana LLAJ, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, penderek kendaraan, serta angkutan barang khusus.
Penggunaan sirene dan rotator di jalan raya telah dibekukan sementara per pekan lalu. Meski demikian, pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu tetap berlangsung, sedangkan penggunaan sirene dan strobo tak jadi prioritas.
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Irjen Agus Suryonugroho mengatakan penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.
Ia bilang langkah evaluasi diambil sebagai bentuk respons atas aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan penggunaan sirene dan strobo.
"Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya himbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak," ujarnya.
(ryh/mik)