Ronny Purwadi, Dosen Program Studi Teknik Pangan FTI Institut Teknologi Bandung (ITB) memaparkan target instan penerapan bahan bakar minyak campuran etanol 10 persen atau E10 tahun depan mustahil dilakukan.
Menurut Ronny, industri bioetanol dalam negeri belum siap mulai dari hulu ke hilir.
"Hitung-hitungannya belum. Kenapa karena bioetanol kalau mengandalkan industri bioetanol saat ini itu belum," kata Ronny dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (20/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan membangun pabrik etanol dengan sekala fuelgrade untuk kebutuhan campuran bensin kendaraan bermotor bukan perkara mudah. Selain itu butuh waktu yang tidak singkat. Menurutnya pemerintah tetap harus menimang-nimang realisasi yang masuk akal terkait hal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian kalau kita bangun hari ini juga, pabrik bioetanol saya enggak yakin satu tahun jadi. Ya jadi memang cita cita boleh, tapi realisasi harus dihitung. Semoga saja semangat ini gak padam, semoga jalan terus," ucapnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyebut mandatory penggunaan 10 persen etanol atau E10 pada BBM bensin sudah disetujui Presiden Prabowo Subianto.
Omongan itu diperkuat oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan yang menyebut semua bahan bakar berjenis bensin yang dipasarkan di Indonesia bakal memiliki kandungan etanol 10 persen (E10) mulai tahun depan.
Kebijakan ini bagian dari langkah besar pemerintah mewujudkan kemandirian energi nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil.
"Tahun depan direncanakan, kita sudah mulai pakai premium atau bensin campur, 10 persen, 10 persen etanol atau metanol," ucap pria yang kerap disapa Zulhas itu.
Namun kemarin (20/10), hal tu direvisi oleh Bahlil dengan menyebut pihaknya masih menghitung kapan penerapan mandatori BBM E10 lll dilakukan. Dari hitungannya, penerapan itu bisa diterapkan paling cepat di 2027.
Sebab, untuk melakukan penerapan mandatori itu, pemerintah harus membangun pabrik etanol di dalam negeri yang juga akan menyerap komoditas singkong maupun tebu.
Saat ini pemerintah melalui Pertamina baru mempunyai satu produk bensin etanol dengan kadar 5 persen, yaitu Pertamax Green.
"Petani-petani kita ke depan akan kami dorong melakukan hal ini. Sekarang lagi dilakukan kajian apakah mandatori ini dilakukan di 2027 atau 2028, atau di tahun berapa," kata Bahlil mengutip CNBC Indonesia.
Sejalan dengan target pemerintah, Ronny mengamini penerapan E10 dipercaya dapat mengurangi ketergantungan negara terhadap impor bahan bakar minyak. Berapa penurunan, hal itu harus dikalkulasi secara rinci lebih dahulu.
"Tapi berapanya, kami belum hitung," kata Ronny.
Ronny menambahkan yang diharapkan juga jangan sampai target untuk mengurangi impor BBM tercapai, namun keran impor etanol justru mengalir deras ke dalam negeri.
Artinya, Indonesia harus benar-benar mandiri dalam membuat etanol untuk digunakan sebagai campuran bahan bakar bensin.
Untuk diketahui,etanol umumnya dihasilkan oleh berbagai bahan baku pangan, misalnya di Brazil dari nira tebu, Amerika dari Jagung, dan negara Eropa memperoleh etanol dari olahan gandum, kentang, dan anggur.
Sementara di Indonesia, etanol bisa didapat dari molase, singkong, sorgum, dan nira aren.
(ryh/mik)