Penjualan mobil listrik di Indonesia makin masif, tetapi mayoritas pembeli masih didominasi oleh early adopter (pengadopsi awal) dan sebagian early majority (pengikut dini). Rata-rata dari mereka juga bukan pembeli mobil pertama melainkan berasal dari kalangan menengah atas.
Temuan tersebut berasal dari riset ID COMM, sebuah firma PR berbasis isu SDGs, melalui wawancara konsumen, pelaku industri dan media serta analisis kebijakan dan regulasi mobil listrik yang telah diluncurkan.
"Transisi ini lebih menunjukkan pergeseran perilaku daripada perluasan pasar baru. Informasi ini penting untuk diketahui berbagai pihak terkait sektor otomotif," menurut Asti Putri, Co-Founder dan Director ID COMM, sekaligus pemimpin riset ini Kamis (11/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengurai dua kategori pembeli mobil listrik tersebut, rata-rata melakukan pembelian atas dasar psikologis. Para responden dikatakan merasa bangga menjadi bagian dari early adopter, di mana mereka menikmati peran sebagai trend setter dan diasosiasikan dengan gaya hidup modern.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara pembelian mobil listrik berdasarkan aspek lingkungan masih bersifat tambahan.
Lalu proses pengambilan keputusan untuk pembelian mobil listrik sebenarnya tidak jauh berbeda dari konsumen mobil berbahan bakar fosil.
Biasanya mereka dipengaruhi oleh orang di sekitarnya. Selain itu media sosial dan influencer otomotif menjadi rujukan awal mereka untuk mencari informasi, mulai dari ulasan produk hingga perbandingan merek.
Temuan lain menunjukkan bahwa seluruh pemilik mobil listrik dalam riset ini sudah memiliki mobil konvensional terlebih dulu. Artinya, mobil listrik bukan mobil pertama yang dibeli dengan kisaran harga antara Rp189 juta dan Rp1,58 miliar.
Hal ini juga menunjukkan segmen pengguna mobil listrik didominasi kelompok menengah atas.
Usia pembeli mobil listrik
Sedangkan dari sisi usia, terdapat tiga kelompok utama yaitu 25-35 tahun yang sedang membangun karier, usia 36-50 tahun sudah mapan secara keluarga dan pekerjaan, serta usia 50 tahun ke atas atau mereka yang ingin tetap bermobilitas nyaman tanpa biaya operasional tinggi.
Selain itu mereka juga dipengaruhi aspek ekonomi lantaran biaya operasional jauh lebih hemat, terutama bagi konsumen dengan mobilitas tinggi. Insentif pajak juga memperkuat minat karena pajak tahunan mobil listrik jauh lebih rendah, sekitar Rp150 ribu.
Lihat Juga : |
Penjualan mobil listrik 2025
Pasar mobil listrik memang semakin gemuk saban tahun, ini terlihat dari data yang telah diungkap Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada 2025.
Penjualan mobil listrik berbasis baterai tembus 69.146 unit hingga Oktober, sedangkan periode satu tahun penuh 2024 berhenti diangka 43.188 unit.
Penjualan melonjak pesat pada Oktober 2025, karena penjualan mobil listrik mencapai 13.867 unit, naik signifikan dari September 4.097 unit.
Masih dalam data yang sama, tren positif dialami segmen mobil plug in hybrid (PHEV) sebab penjualan hingga Oktober naik berkali-kali lipat dari 2025. Selama tahun lalu, penjualan mobil PHEV di Tanah Air hanya 136 unit, sedangkan Januari-Oktober 2025 mencapai 3.798 unit.
Berbeda dari dua segmen elektrifikasi tersebut, penjualan mobil hybrid hingga Oktober 2025 terekam belum mampu melampaui perolehan pasar selama 2024.
Penjualan mobil hybrid pada 2024 berjumlah 59.903 unit, sementara Januari hingga Oktober mencapai 51.566 unit dan kemungkinan besar masih akan terus bertumbuh hingga 2025 berakhir.
Claudius Surya, Research Associate ID COMM menambahkan untuk menuju fase early majority membutuhkan sinkronisasi lintas sektor, yaitu konsistensi kebijakan, arah bisnis industri yang jelas dan edukasi publik yang menekankan manfaat praktis.
Kepercayaan konsumen juga bergantung pada kualitas SPKLU, layanan purna jual, dan ketersediaan suku cadang.
(ryh/fea)