Mengapa Suka Selfie?
Jemima Isakh | CNN Indonesia
Selasa, 01 Des 2015 09:34 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Selfie adalah kosa kata baru yang kini sudah masuk ke dalam kamus bahasa. Artinya, kalau menurut sejumlah kamus, adalah memotret diri sendiri biasanya menggunakan kamera di ponsel.
Selfie sudah menjadi trend yang mendunia, terutama di antara anak-anak remaja seperti kalian. Itu salah satu cara kalian untuk berkomunikasi dengan sesama, bukan?
Ahli psikologi mengatakan bahwa sosial media, Internet, dan fitur-fitur yang ada diperangkat mobile, sudah jadi kebutuhan remaja yang normal. Menurut mereka, semua itu dipakai untuk mencari jati diri.
Kalian para remaja, disebut memiliki “the imaginary audience”. Secara psikologis ini adalah pikiran yang mengasumsikan adanya orang lain yang memperhatikan serta memikirkan diri mereka.
Asumsi tersebut semakin diperkuat dengan adanya feedback dari selfie yang di-posting secara online. Misalnya melalui like dan comment di Instagram, Facebook, dan sebagainya.
Kalian tahu, orangtua juga ikut serta dalam kebudayaan photo-oriented itu lho. Orangtua biasanya mengabadikan kelahiran anaknya melalui foto ataupun video. Banyak juga orangtua yang memberikan mainan yang memiliki fitur kamera.
Ayah ataupun ibu juga sering mengunggah foto-foto dari liburan keluarga, kan?
Selfie sih tak buruk dan berbahaya, asal dilakukan dengan benar. Begitu pun kegemaran memotret sekeliling dan orang lain, justru bisa membantu kalian peduli terhadap sekeliling.
Masalahnya, kalian jangan jadi malah larut dalam hal-hal yang ekstrim dan bermasalah, seperti over-sharing, rasa takut ketinggalan zaman, dan bahaya bila selfie dilakukan di tempat-tempat yang tak semestinya.
Misalnya, selfie di tempat ketinggian, selfie sambil menyetir, dan sebagainya. Jadi, selfie tak ada salahnya kok asal dilakukan dengan aman dan tak selalu berorientasi pada diri sendiri.
Nah, kalian tentu punya pengalaman selfie yang menarik. Berbagi yuk di sini, di Cerita Kita. Kirim foto, video, atau tulisan mengenai kisah selfie kalian di student.cnnindonesia.com. Atau kirim email ke [email protected] dan [email protected]. (ded/ded)
Selfie sudah menjadi trend yang mendunia, terutama di antara anak-anak remaja seperti kalian. Itu salah satu cara kalian untuk berkomunikasi dengan sesama, bukan?
Ahli psikologi mengatakan bahwa sosial media, Internet, dan fitur-fitur yang ada diperangkat mobile, sudah jadi kebutuhan remaja yang normal. Menurut mereka, semua itu dipakai untuk mencari jati diri.
Kalian para remaja, disebut memiliki “the imaginary audience”. Secara psikologis ini adalah pikiran yang mengasumsikan adanya orang lain yang memperhatikan serta memikirkan diri mereka.
Asumsi tersebut semakin diperkuat dengan adanya feedback dari selfie yang di-posting secara online. Misalnya melalui like dan comment di Instagram, Facebook, dan sebagainya.
Kalian tahu, orangtua juga ikut serta dalam kebudayaan photo-oriented itu lho. Orangtua biasanya mengabadikan kelahiran anaknya melalui foto ataupun video. Banyak juga orangtua yang memberikan mainan yang memiliki fitur kamera.
Ayah ataupun ibu juga sering mengunggah foto-foto dari liburan keluarga, kan?
Selfie sih tak buruk dan berbahaya, asal dilakukan dengan benar. Begitu pun kegemaran memotret sekeliling dan orang lain, justru bisa membantu kalian peduli terhadap sekeliling.
Masalahnya, kalian jangan jadi malah larut dalam hal-hal yang ekstrim dan bermasalah, seperti over-sharing, rasa takut ketinggalan zaman, dan bahaya bila selfie dilakukan di tempat-tempat yang tak semestinya.
Misalnya, selfie di tempat ketinggian, selfie sambil menyetir, dan sebagainya. Jadi, selfie tak ada salahnya kok asal dilakukan dengan aman dan tak selalu berorientasi pada diri sendiri.
Nah, kalian tentu punya pengalaman selfie yang menarik. Berbagi yuk di sini, di Cerita Kita. Kirim foto, video, atau tulisan mengenai kisah selfie kalian di student.cnnindonesia.com. Atau kirim email ke [email protected] dan [email protected]. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK