Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menuturkan banyak politisasi yang terjadi di lingkungan birokrasi pendidikan termasuk guru jelang dan pasca pelaksanaan Pilkada. Peneliti ICW Ade Irawan menuturkan politisasi terjadi mulai dari rekrutmen, promosi hingga mutasi guru.
Menurutnya, politisasi tidak hanya menganggu karier tapi juga sebaran guru. Hal itu merupakan bagian kecil dari karut-marut tata kelola guru terkait dengan desentralisasi pendidikan.
"Mereka yang dianggap tidak mendukung petahana akan ditempatkan di daerah terpencil. Sementara tim sukses akan mendapat ganjaran jabatan atau setidaknya dipindahkan ke daerah perkotaan," ujar Ade Irawan di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (22/12).
Menurutnya, ketimpangan persebaran guru dan ketidak jelasannya manajemen kepangkatan dan pengembangan guru dikarenakan belum jelasnya pembagian tugas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen badan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 208 tentang Guru belum mengatur pembagian tugas itu.
Sehingga, pemerintah daerah dianggap cenderung memilih-milih kebijakan yang menguntungkannya secara politis. Sementara, peningkatan kapasitas dan kesejahteraan umum guru diabaikan. Ade menilai, pengabaikan peningkatan kompetensi dan politisasi akan terus terjadi apabila tidak ada pembagian tugas pusat dan daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal serupa disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Profesi ini menjadi sasaran empuk alat politik dan intervensi. Dia memberikan contoh politisasi dan ketidakjelasan jenjang karir guru. Di Bima, kata Anies, seorang kepala dinas dipindahkan menjadi guru SMP.
"Guru memang empuk sekali dijadikan alat politik. Jumlahnya paling banyak," kata Anies.
(bag)