Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika bakal menempuh upaya banding terhadap keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 22 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan televisi digital pada 5 Maret 2015 lalu atas gugatan dari Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI).
Dalam sebuah pernyataan yang diterima
CNN Indonesia, Rabu (18/3), Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Ismail Cawidu mengatakan, pertimbangan tersebut bertujuan memastikan industri penyiaran dan masyarakat agar mengarah kepada proses migrasi analog ke digital.
Baca juga:
TV Digital Harus Tetap Jalan demi Internet ke Pelosok
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sikap Kemkominfo adalah melakukan rancang ulang (redesign) terhadap penyelenggara multiplexer yang bersifat independen dan efisien untuk penyelenggaraan televisi digital," kata Ismail.
Program televisi digital, yang rencananya terealisasi pada 2018, diharapkan akan menggantikan teknologi televisi analog yang membutuhkan banyak sumber daya frekuensi di spektrum 700 MHz. Dengan beralih ke televisi digital, akan ada banyak frekuensi yang tersisa di 700 MHz. Sisa frekuensi itu nantinya akan dimanfaatkan untuk menggelar teknologi pitalebar yang dapat menyediakan koneksi internet nirkabel.
Menkominfo Rudiantara sebelumnya berkata, bahwa spektrum 700 MHz itu paling efektif untuk kondisi wilayah Indonesia yang semi rural.
Semakin rendah spektrum frekuensi, maka jangkauannya bisa semakin luas dan dapat dimanfaatkan operator seluler untuk menggelar jaringan seluler dan internet di daerah-daerah terpencil.
Pada 5 Maret lalu, Majelis Hakim mengeluarkan putusan perkara nomor 119/G/2014/PTUN-JKT yang terdiri atas empat putusan. Pertama, menolak eksepsi tergugat dan tergugat intervensi seluruhnya. Kedua, menyatakan batal segala peraturan menteri serta keputusan terkait kasus ini. Ketiga, mewajibkan tergugat untuk mencabut keputusan menteri tentang penetapan aturan penyiaran digital. Terakhir, menghukum tergugat dan tergugat intervensi untuk membayar biaya perkara senilai Rp 1.382.000.
(adt/eno)