Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah situasi makin terjepitnya habitat dan menurunnya populasi harimau di Indonesia, upaya konservasi satwa liar ini pun bukan perkara mudah. Minimnya anggaran dan sumber daya membuat upaya konservasi Si Raja Hutan terseok-seok. Bahkan, untuk mengetahui jumlah persis hewan itu di alam liar pun susah bukan main.
“Sampai sekarang belum ada
assesment yang cukup mendalam atau detail dengan metode yang seharusnya, tapi perkiraan saja. jadi ketidakpastian angka itu tinggi,” kata Sunarto, spesialis harimau dari WWF Indonesia, kepada CNN Indonesia di Bogor, Rabu (29/7). “Memang sulit.”
Indonesia memiliki satu-satunya subspesies harimau yang masih bertahan, yaitu harimau sumatera alias
Panthera tigris sumatrae. Habitat hewan ini tersebar di Pulau Sumatera. Dengan survei yang terbatas, data menyebutkan jumlah populasi hewan ini tinggal sekitar 250-400 ekor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Sunarto, spesialis harimau di WWF Indonesia. (CNN Indonesia/Deddy Sinaga) |
Sunarto bilang, upaya untuk menyensus harimau di alam liar terkendala dana. Untuk wilayah hutan yang luas di Sumatera diperlukan puluhan ribu
camera trap. Satu unit
camera trap yang bagus harganya sekitar US$ 700.
“Tidak ada pendanaan, dari pemerintah minim sekali, kecuali untuk pengelolaan taman nasional dan habis untuk gaji,” tutur dia.
Dengan
camera trap yang sedikit, waktu yang diperlukan untuk menjejak si Raja Rimba jadi sangat lama. “Waktunya 76 kali lebih lama dibandingkan melacak harimau di India,” katanya. “Kalau di sana satu malam bisa dapat (gambar), di sini tiga bulan.”
Solusi salah satunya adalah menyelenggarakan sayembara membuat
camera trap produk Indonesia. Sayembara ini, kata Sunarto, sedang digelar.
Harimau Si Jago KamuflaseSelain populasinya yang sedikit dibandingkan dengan bentang hutan yang luas, harimau pun ternyata termasuk satwa yang pintar berkamuflase. Sunarto bercerita, selama menangani harimau dia belum pernah melihat langsung seekor pun binatang itu di hutan Sumatera.
“Tapi kalau pasang kamera, pasti ada yang tertangkap gambarnya,” kata dia. “Jadi saya mungkin yang justru paling sering dilihat harimau.”
Sunarto mengenang, dirinya pertama kali melihat harimau langsung di alam liar justru terjadi di Dudwa Katernigat yang ada di India utara. Itu adalah daerah konservasi untuk harimau, yang berbatasan dengan Nepal.
Keberadaan harimau di dalam ekosistem, ujar Sunarto, sangat penting dilestarikan. Hewan ini adalah indikator bahwa lingkungan secara ekologis masih sehat.
(ded/ded)