Jakarta, CNN Indonesia -- Pemblokiran akses ke situs I-Doser diyakini tidak efektif karena tidak disertai memblokir aplikasinya di toko aplikasi sehingga masih bisa diakses pengguna smartphone. “Ibarat lagu Gito Rollies, Sama Juga Bohong,” tutur Alfons Tanujaya dari Vaksincom, dalam keterangannya Kamis (15/10).
Alfons membandingkan kasus I-Doser, yang disebut-sebut sebagai ‘narkoba digital’, dengan pemblokiran situs berbagi video Vimeo. Pemblokiran ke website Vimeo efektif, sedangkan I-Doser tidak.
“Seharusnya, jika ingin meredakan keresahan di masyarakat pemerintah memberikan release resmi atas kebenaran HOAX ini berdasarkan data dari BNN dan jika HOAX tersebut meresahkan, harusnya yang diblokir bukan situsnya tetapi penyebaran HOAXnya,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan analisa Vaksincom, klaim I-Doser mampu menghadirkan sensasi seperti narkoba digital tidak didukung oleh bukti ilmiah. Alfons juga mengutip pernyataan Helane Wahbeh dari Departemen Neurologi OHSU Oregon Health and Science University soal teknik
binaural beats yang diklaim dapat meningkatkan aktivitas gelombang otak (
brain wave). “Jawabannya, sama sekali tidak ada peningkatan gelombang otak,” ujar dia.
Vaksincom menemukan sejumlah informasi yang menyesatkan maupun tak akurat dalam website dan aplikasi I-Doser. Aplikasi ini disebut memanfaatkan institusi pendidikan yang ternama untuk menarik minat. Lalu soal aplikasi yang disebut gratis, ternyata aplikasi itu berbayar dengan harga Rp 71.542.
Begitu pun klaim I-Doser bahwa aplikasi itu sudah digunakan oleh lebih dari 10 juta pengguna tak didukung data yang independen. Malah, dari data toko aplikasi, diketahui bahwa aplikasi itu baru diunduh sekitar 10 ribu pengguna sejak 2010. Juga klaim bahwa mereka didukung Badan Narkotika Nasiona, itu diduga palsu.
Aplikasi ini membuat kehebohan karena dianggap sebagai 'narkoba digital' yang membuat penggunanya seperti berhalusinasi. Binaural beats sendiri adalah dua nada yang mengalun dalam frekuensi nada di bawah 1,00 Hz. Ditemukan pada tahun 1839 oleh Heninrich Wilhelm Dove, digunakan untuk relaksasi, meditasi dan kreativitas.
Di situs YouTube sendiri ada video yang memperlihatkan efek dari aplikasi I-Doser. Suara atau nada yang ditawarkan didengarkan dalam posisi tidur atau rileks dengan mata terpejam dan tertutup kain. Setelah itu, pendengar seperti mengalami gerakan yang aneh, bahkan tertawa sendiri.
(ded/ded)