Jakarta, CNN Indonesia -- Twitter memeringatkan sejumlah pengguna bahwa mereka mungkin jadi salah satu korban pelanggaran privasi lantaran jadi target penyadapan yang disponsori oleh pemerintah.
Ini merupakan kejadian di mana Twitter pertama kali memperingatkan pengguna terkait kemungkinan penyadapan oleh pemerintah.
Organisasi non-profit asal Kanada, Coldhak (@coldhakca), merupakan salah satu yang menerima peringatan tersebut dari Twitter. Dalam kicauannya, organisasi memperlihatkan email yang dikirim oleh Twitter,
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kepada @coldhakca,
Sebagai tindakan pencegahan, kami ingin memperingatkan bahwa akun Twitter Anda menjadi salah satu dari sekelompok kecil akun yang mungkin menjadi target dari aktor yang didukung oleh sebuah negara. Kami yakin bahwa aktor ini (kemungkinan berhubungan dengan pihak pemerintah) mungkin telah mencoba untuk mendapatkan informasi seperti alamat email, amalat IP, dan/atau nomor telepon.”
Peringatan serupa juga sempat dikeluarkan oleh Facebook dan Google kepada penggunanya, sehubungan dengan semakin meningkatnya penyadapan yang dilakukan pemerintah untuk mencuri informasi kepemerintahan atau alat-alat intelektual.
Sejauh ini, negara-negara seperti Amerika Serikat, China, dan Korea Utara, diketahui menjadi negara-negara yang seringkali meminta informasi pengguna dan mereka dituduh kerap memakai teknologi canggih untuk mendapatkan informasi tersebut.
Menurut James Lewis, ahli keamanan siber dari Center for Strategic and International Studies, Washington D.C., penyerang yang mendapat dukungan dari pemerintah memiliki sumber daya yang lebih besar dalam melakukan tindakan penyadapan bila dibandingkan dengan kelompok peretas pada umunya.
Lewis menambahkan, mereka juga bisa menggunakan banyak alat ukur lain, seperti agen manusia atau penyadapan komunikasi untuk bisa dengan sukses menembus sistem keamanan yang ada.
Tahun lalu, Sony Entertainment yang mengalami penyadapan besar-besaran berhasil mengungkap bahwa terdapat kelompok peretas yang bekerja untuk pemerintah Korea Utara, sebagaimana ditelusuri FBI.
Internet, khususnya komunikasi melalui media sosial memang telah menjadi salah satu platform komunikasi yang cukup kontroversial karena telah digunakan sebagai media komunikasi kejahatan siber.
Di Timut Tengah, terdapat kelompok peretas bernama Syrian Electronic Army yang mendukung rezim pemerintahan presiden Bashar al-Assad dan mengaku bahwa mereka bertanggung jawab terhadap berbagai bentuk peretasan terhadap situs berita parodi bernama Union, serta meretas situs-situs berita lainnya seperti Associated Press, NPR, CBS, The Guardian, dan BBC.
Kelompok peretas Anonymous juga telah mendeklarasikan perang dengan ISIS melalui internet pasca serangan di Paris pada 13 November dengan melakukan peretasan berbagai akun Twitter dan platform lainnya yang digunakan kelompok teroris untuk menyebarluaskan propaganda mereka.
Meskipun sejauh ini Twitter belum mengetahui informasi apa saja yang berhasil diambil tim peretas yang berlindung di balik 'kepentingan pemerintah', namun penyelidikan masih terus dilakukan oleh Twitter yang sampai saat ini belum memberikan respon apapun terkait kasus ini.
“Saat ini, kami belum menemukan bukti bahwa mereka mengambil suatu informasi dari akun anda, namun kami secara aktif melakukan penyelidikan akan kasus ini. Kami harap kami bisa membagikan informasi lain, namun kami belum memperoleh informasi tambahan,” tulis pihak Twitter seperti dikutip dari CNet.
(adt/tyo)