Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan kasus pemalsuan sertifikat yang dilakukan oleh penjual ponsel pintar Zuk Z1 yang mencatut sertifikat milik Xiaomi Redmi 1s, Selasa (22/12).
Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDDPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Muhammad Budi Setiawan mengatakan, Zuk Z1 belum mendapat seritifikat oleh Ditjen SDPPI selaku pihak yang memberi izin produk telekomunikasi agar ia secara legal dapat dijual di Indonesia.
Budi berkata ponsel tersebut memalsukan sertifikat dari ponsel Xiaomi Redmi 1s yang mendapat sertifikat pada 2014. "Dia (importir) menjual secara online dengan harapan tidak ada orang yang
ngeh, tapi untunya ada blogger yang melaporkan hal ini," tegas Budi saat dihubungi CNN Indonesia. Kasus ini pertama kali diungkap oleh blogger Herry SW asal Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zuk sendiri merupakan produsen ponsel pintar asal China yang didirkan pada Mei 2015. Ia mendapatkan investasi dari dua perusahaan besar China, yaitu Lenovo dan perusahaan keamanan internet Qihoo 360.
Menurut Budi, produk Zuk Z1 di Indonesia baru didaftarkan oleh importir PT Bintang Cemerlang pada 18 Desember 2015 dan saat ini masih dalam proses perizinan.
"Yang kami tunggu sekarang adalah sertifikat TKDN karena ini smartphone yang dukung 4G LTE," kata Budi
Saat ini, setiap ponsel yang mendukung 4G LTE di Indonesia wajib memenuhi syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 20 persen untuk tahun 2015 dan 2016 jika ingin dapat sertifikat dan legal dijual.
Budi mengingatkan, di tahun 2017 mendatang, TKDN ponsel 4G akan ditingkatkan menjadi 30 persen yangf telah disepakati oleh tiga kementerian, yaitu Kemkominfo, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.
UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi mengamanatkan sebuah produk telekomunikasi wajib disertifikasi oleh Ditjen SDPPI Kemkominfo agar bisa dijual secara legal. Dalam proses sertifikasi, kata Budi, pihaknya melakukan pemantauan apakah produk itu aman untuk dipakai masyarakat. Komponen yang diperiksa antara lain adalah antena dan memastikan jaringan frekuensi tidak menggangu sistem telekomunikasi Indonesia.
"Sebuah produk perangkat yang tidak sesuai kebijakan frekuensi Indonesia, bisa jadi mengganggu atau diganggu oleh layanan lain, misalnya satelit," kata Budi.
Saat ini pihak Ditjen SDPPI telah mengerahkan aparat untuk menginvestigasi kasus tersebut dan mengancam bakal mencabut izin impor bagi perusahaan yang "nakal" karena memperdagangkan produk telekomunikasi yang tidak tersertifikasi.
(adt/eno)