Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengaku akan mempelajari revisi Peraturan Pemerintah soal telekomunikasi, khususnya soal
network sharing atau berbagi jaringan.
Menurut dia, KPPU akan meneliti agar efisiensi industri telekomunikasi network sharing dapat terjadi dengan prinsip usaha yang sehat. Sebab, dia tak menginginkan
network sharing yang digulirkan oleh Kominfo merugikan operator telekomunikasi yang telah berusaha di industri tersebut.
Mengenai kisruh yang terjadi pada network sharing, Syarkawi mengendus semua permasalahan tersebut bermuara pada persaingan usaha. Oleh sebab itu KPPU ingin menelisik lebih lanjut mulai dari regulasi itu dibuat hingga bagaimana menata industri telekomunikasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“KPPU mencium kegaduhan ini disebabkan karena regulasinya yang selalu terlambat dalam melakukan penyesuaian. Padahal teknologi telekomunikasi terus berkembang,”papar Syarkawi, melalui keterangan resminya.
Sementara itu, Muhammad Nawir Messi, komisioner KPPU menyetujui adanya efesiensi di industri telekomunikasi nasional melalui
network sharing. Namun menurut Nawir efesiensi tanpa diimbangi oleh
fairness, tak akan membuat industri telekomunikasi Indonesia bebas dari sengketa persaingan usaha.
Fairness di mata komisioner KPPU ini tidak hanya pada titik tertentu saja melihatnya. Tetapi harus dilihat berapa besar uang yang telah dikeluarkan oleh Telkom Group dalam membangun infrastrktur telekomunikasinya selama ini.
Semua biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan di dalam perhitungan baik itu interkoneksi maupun
network sharing. “Kalau kopensasi ini tidak ada maka akan selalu menimbulkan persoalan. Dan ujung-ujungnya diselesaikan di KPPU,”terang Nawir.
Nawir menjelaskan sebelum dilakukan network sharing harusnya regulator membuat level playing
field yang sama. Jika tidak ada
level playing field yang sama, Nawir memperkirakan potensi persaingan usaha tidak sehat masih akan terjadi.
Komisioner KPPU ini melihat hanya Telkom Group saja yang ‘jungkir balik’ membangun dan memenuhi komitment pembangunan di Indonesia Timur dan daerah terpencil.
“Sehingga sangat wajar jika BUMN telekomunikasi kita menjadi sangat dominan saat ini. Karena operator telekmunikasi yang lain tidak ada yang mau membangun. Itu yang dinamakan natural monopoli,”kata Nawir.
Nawir pesimis adanya network sharing ini akan membuat tarif pungut di level konsumen akan turun signifikan. Selama persoalan tarif onnett dan offnett diselesaikan oleh regulator.
KPPU akan menelisik operator telekomunikasi yang sengaja membuat tarif telekomunikasi antar operator (offnett) mahal untuk mensubsidi layanan di dalam operator itu sendiri (onnett). Subsidi tarif onnett ini dinilai KPPU tidak wajar dan tidak memberikan azas keadilan. Dikarenakan biaya yang dikenakan oleh operator bisa mencapai delapan kali lipat dari biaya interkoneksi. Padahal tarif pembicaraan onnett hanya Rp 50 permenit.
“Itu sebenarnya sumber tidak efesiensinya industri telekomunikasi di Indonesia. Itu sama sekali tidak pernah disentuh dan dibicarakan oleh regulator. Ini juga yang dinamakan
unfair fair competition. Makanya saya meragukan cita-cita revisi PP 52 dan 53 yang bertujuan untuk meningkatkan efesiensi industri yang berdampak kepada kensumen,”papar Nawir.
(tyo)