Cerita Lucu Sopir Bus Soal Pemburu Telolet

Rayhand Purnama | CNN Indonesia
Kamis, 22 Des 2016 14:45 WIB
Para pemburu telolet ternyata bukan hanya anak kecil, beberapa ibu-ibu juga ada. Para sopir pun menceritakan kisah soal suara unik dari klakson bus ini.
Anak-anak pemburu suara telolet (Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)
Jakarta, CNN Indonesia -- 'Om Telolet Om' adalah permintaan yang diucapkan oleh para pemburu telolet, kendati banyak diminta, keputusan untuk dibunyikan atau tidak tetap berada di tangan sopir bus.

Meski belum memasang perangkat telolet di busnya, Saimin, supir dari bus Putramulya, mengaku mempunyai niatan untuk mengubah klakson standarnya.

"Kalau saya belum, tetapi pengen sih. Dari 10 unit (Putramulya), memang sudah pada pasang telolet," kata Saimin saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (22/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saimin bercerita, suara telolet pada bus memang dinanti oleh para pemburunya di sepanjang jalurnya menuju Solo, Wonogiri dan Purwantoro.

"Walah mas, sekarang itu tidak cuma bocah cilik. Ibu-ibu saja udah pada minta bunyiin di pinggir jalan pakai karton ditulis. Terus orang yang naik motor juga pada minta kalau bus pada lewat," ujarnya.

Kata dia, karena bus yang dioperasikannya belum memasang perangkat telolet, tak jarang para pemburu telolet meluapkan kekecewaan saat busnya melintas.

"Mati lampu, habis anginnya. Ya kami bilang aja begitu," kata dia memberikan alasan.

Menurutnya, permintaan membunyikan telolet atau 'Om Telolet Om' tidak hanya di sepanjang jalur trayeknya. Melainkan juga, di terminal masing-masing kota yang disinggahi, yakni Terminal Krisak, Wonogiri dan lainnya.

Karena menyenangkan bagi anak-anak, situasi tersebut juga sempat dimanfaatkan oleh sebagian supir bus. Seorang operator bus Gajah Mungkur, sempat memberikan syarat kepada anak-anak agar mau membunyikan klakson.

"Teman saya, orang Gajah Mungkur. Suruh anak-anak itu joget-joget dulu baru dibunyiin klaksonnya. Ya, mereka akhirnya pada joget," ujar salah seorang operator lain menimpali.

Sementara, sopir bus Sinar Jaya Priyanto, menjelaskan demam meminta suara telolelet kepada bus yang melintas, sudah terasa sejak tahun lalu. Namun, baru benar-benar dirasa pada penghujung tahun ini.

Ia berujar, dirinya sudah biasa menuruti permintaan para pemburu suara telolet dalam perjalanan, dengan menekan beberapa tombol dekat kemudinya.

Klakson variasi itu dibeli dengan harga Rp 1,1 juta di sebuah bengkel daerah Jawa Tengah. Terdiri dari tiga buah trompet yang terhubung dengan enam tombol untuk membunyikan klakson.

"Memang banyak ya mas, apalagi di daerah Jawa sana. Misal kami start (memulai) dari Terminal Belik, sampai Tol Mertapada itu banyak sekali berjejer, pada gerombolan. Ramai sekali, dari yang anak-anak sampai usia dewasa," ungkap dia.

Lebih lanjut, saat ditanyakan perihal siapa sopir atau bus yang memperkenalkan klakson telolet, Priyanto mengaku tidak mengetahui secara pasti. Pastinya, klakson variasi itu sudah banyak ditemui sejak 2014 lalu di bengkel-bengkel variasi klakson bus.  

"Aduh tidak tahu tuh pasti juga siapa yang pertama pakai dan bikin populer. Tetapi memang sudah ada sejak dua tahun lalu (klaksonnya) deh," ucapnya.

Beragam komentar mengenai aksi 'Om Telolet Om' santer diperbincangkan oleh banyak kalangan. Baik itu terkait keceriaan bocah-bocah saat mendengar suara telolet, resiko kecelakaan karena pindahnya lokasi bermain anak ke jalan hingga standarisasi kendaraan dalam variasi klakson.

Pemerintah, saat ini sudah memperlihatkan responnya terkait demam telolet. Melalui Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan, Menteri Perhubungan Budi Sumadi, menghimbau kepada operator bus untuk tidak menuruti permintaan pemburu telolet.

"Menteri Perhubungan tidak pernah melarang Bus Gunakan klakson Tolalet. Menhub menghimbau supir tidak menuruti permintaan membunyikan klakson di jalan yang membayakan keselamatan pemburu klakson," ujar Ervan.

Ervan beralasan, hal tersebut lebih karena cara yang dilakukan pemburu telolet terkesan membahayakan. Dari mengejar bus, hingga masuk tol.

"Karena anak anak yang memburu klakson sampai masuk jalan tol dan mengejar bus. Menhub menyatakan bisa mendengarkan klakson dengan masuk ke terminal bus," kata dia.

Respon pemerintah itu juga memperoleh tanggapan dari awak bus. Priyanto mengakui, jika memang ulah dari sebagian anak dalam meminta telolet, dapat membahayakan. Pasalnya, tidak hanya menunggu di tepi jalan, biasanya mereka juga turut mengejar hingga masuk ke dalam tol.

Bagi dia, sebelum adanya respon dari pemerintah, dirinya juga berhati-hati saat melintasi pemburu telolet, yang mayoritas berusia lima sampai belasan tahun itu.

"Memang sih, cukup bahaya kalau meminta sekalian ngejar-ngejar gitu. Makanya saya sebelum bunyikan (telolet), pasti dilihat dulu jarak aman mereka, kalau aman baru saya kasih mas," kata dia.

Ya, mungkin alasan pemerintah terhadap keselamatan dapat dibenarkan. Tetapi, jika ditelisik lebih dalam, apakah ulah sebagian anak-anak dengan menunggu bus telolet karena tidak tersedianya lahan bermain bagi mereka? Mungkin nanti, akan ada kajian oleh pemangku kepentingan.

Sekedar informasi, Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55/2012 tentang Kendaraan, aturan tentang suara klakson pada Pasal 69, atau dalam pasal 64 ayat (2) paling rendah, yakni 83 desibel (dB) dan paling tingg 118 desibel.

Jadi, jika tidak kurang atau melebihi aturan pada PP tersebut, perbuatan pengemudi bus tersebut tidak dapat dikatakan melanggar

(tyo)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER