ANALISIS

Jalan Berliku Proyek 'Grandong' Jadi Mobil Nasional

Rayhand Purnama | CNN Indonesia
Kamis, 09 Feb 2017 08:24 WIB
Berbeda dengan pengembangkan Esemka, Grandong kini telah memiliki purwarupa dan telah melewati masa ujicoba sesuai kendaraan layak jalan di segala medan.
Foto: Okkisafire via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-4.0)
Jakarta, CNN Indonesia -- Berkaca pada proyek pengembangan otomotif yang mengusung nama nasional, pemerintah kembali berupaya menggalakkan program serupa. Meski hingga kini proyek yang sempat ramai di media massa hingga kemudian hilang tak berbekas, pemerintah nampaknya belum kapok dengan kemunculan program serupa.

Konsep proyek mobil nasional sejatinya sudah ada sejak era orde baru melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional. Saat itu, putra bungsu Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto mendirikan PT Timor Putra Nasional, yang bekerja sama dengan produsen mobil Korea Selatan, Kia Motors.

Proyek itu membuat mobil dengan merek Teknologi Industri Mobil Rakyat atau biasa dikenal dengan Timor. Timor, meski sebenarnya dibuat di Korea Selatan kemudian diimpor ke Indonesia, namun tetap dilabeli sebagai mobil nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langkah tersebut dilakukan agar Timor yang diluncurkan secara resmi pada 8 Juli 1996 bisa terhindar dari pajak maupun bea masuk.

Setahun kemudian, produksi Timor dihentikan karena beberapa negara Eropa serta Jepang dan Amerika Serikat memprotes hak istimewa, berupa pembebasan pajak barang mewah bagi mobil tersebut.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) kemudian memutuskan Indonesia mencabut penghapusan bea masuk dan pajak barang mewah Timor.

Gambaran mengenai kendaraan nasional jelas hampir memiliki kisah serupa, timbul dan kemudian tenggelam dimakan oleh isu selanjutnya. Belum bisa ditebak meski sudah hampir dapat diterka hasil akhirnya, keberhasilan proyek alternatif pemerintah kali ini akan terganti dengan Grandong.

Bedanya, kali ini proyek dengan embel-embel nama nasional lebih mengarah pada kendaraan untuk masyarakat pedesaan.

Melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin), produk serupa dengan sebutan 'Kendaraan Pedesaan' kembali hadir ke permukaan.

Jika sebelumnya pemerintah bersikukuh menghadirkan konsep kendaraan sehari-hari, konsep yang ditawarkan yaitu produk angkutan barang dengan kapasitas mesin terbatas.

Bisa dibilang, kendaraan itu memiliki fungsi multi guna layaknya pickup. Berbekal mesin 1000 cc serta sistem penggerak 4x4, kendaraan ini diklaim dapat melintas di segala medan.

Kegagalan yang sempat dilalui ketika mengembangkan mobil nasional Esemka, justru dianggap sebagai pelajaran berharga untuk proyek kali ini.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara berpendapat bahwa mudah memang jika suatu negara memiliki niatan untuk membuat produk otomotif.

Hanya saja, perlu dilihat lagi apakah produk tersebut sudah sesuai dengan keinginan masyarakat. Mengingat proyek yang dikembanmgkan pemerintah bisa jadi belum sesuai dengan apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat.

"Problemnya itu mobil itu bisa dijual tidak? Dijual dalam arti pembelinya itu kemudian mendapatkan sesuai dengan persyaratan yang ada," kata Kukuh kepada CNNIndonesia.com.

Menurutnya, jika mengacu pada kendaraan yang akan dibuat untuk masyarakat, tidak melulu terpaku pada emosional sesaat.

Jika yang terjadi demikian, selain proyek tersebut dianggap belum sesuai dengan keinginan masyarakat, alasan lainnya bisa menjadi pemborosan dari segi biaya.

"Kalau hanya bikin bisa, tapi akan menghabiskan banyak sekali biaya yang tidak perlu. Karena poin pentingnya kita perlu kendaraan," ujarnya.

Grandong bukan Timor atau Esemka

Bukti keseriusan pemerintah dalam mengembangkan proyek mobil nasional menurutnya, dapat dilihat dari rencana pengembangan proyek mobil nasional Indonesia.

Sejak dikembangkan di tahun 2007, hingga pemerintah turun tangan di tahun 2012 proyek pengembangan mobil nasional sempat membuat nota kesepahaman dengan produsen asal Malaysia, Proton. Proyek yang digalang oleh PT Adiperkasa Citra Lestari juga sempat mewacanakan produksi massal di akhir 2016.

Nyatanya, hingga saat ini proyek mobil nasional hanya menjadi angin lalu. Bahkan Presiden Joko Widodo justru sempat membuat kesimpulan kontradiktif yang ingin menjadikan Proton sebagai mobil nasional, bukan lagi Esemka.

Kukuh memiliki pandangan tersendiri mengenai hal tersebut. Menurutnya, untuk mengenalkan merek mobil nasional, entah Proton atau Esemka perlu usaha besar.

"Proton bisa dijual tidak ke dunia? Orang menerima Proton sebagai produk? Kan susah. Tetapi coba biaya habis berapa untuk mempertahankan supaya dia tetep produksi. Mobil nasional, tapi pasar Malaysia hanya 400 ribu unit," kata dia.

Jalan Berliku Proyek Mobil NasionalFoto: Okkisafire via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-4.0)
Untuk membuat sebuah industri otomotif, bagi dia, tentu memiliki kajian secara mendalam. Misalnya, untuk satu jenis kendaraan volume produksinya minimal harus lebih dari 300 ribu unit setiap tahunnya, jika tidak tentu akan mengalami kerugian.

"Beda dong, antara industri mobil dan pesawat terbang (tanah air) yang spesifik. Kalo pesawat kan bukan mengarah ke masyarakat sebagai pembeli, mobil kan langsung," ucapnya menambahkan.

Sementara, saat dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan yakin bahwa kendaraan pedesaan akan memiliki nasib lebih baik.

Ketimbang proyek mobil Esemka, Putu mengaku optimis proyek mobil pedesaan akan bernasib berbeda dengan Esmeka. Ia mengaku optimis proyek kali ini tidak akan mangkrak di tengah jalan.

Terlebih saat ini purwarupanya akan segera rampung dan telah melewati masa ujicoba, sesuai kendaraan layak jalan pada tahap 100 ribu km di segala medan, baik on maupun offroad.

"Kendaraan pedesaan itu bukan kendaraan yang akan diproduksi massal, kenapa harus berhenti," ujarnya.

Fokus ke hal lain

Alih-alih fokus mengembangkan mobil dengan embel-embel nasional, Kukuh menekankan sebaiknya pemerintah juga berpikir ulang mengenai aspek lain dari pengembangan proyek ini. Mulai dari ketersediaan lapangan pekerjaan dan upaya mendapatkan investasi asing, bukan hanya sekedar upaya meraup keuntungan belaka.

Tidak dapat dipungkiri jika semangat mengembalikan industri otomotif ke ranah dalam negeri memicu geliat ekonomi. Cara ini pula yang ditempuh oleh Presiden AS Donald Trump yang mendorong produsen otomotif merakit kendaraannya di dalam negara atau menerapkan pajak tinggi bagi mereka yang bersikukuh memproduki di negara lain.

Semangat inilah yang menurut Kukuh bisa menciptakan potensi lain, salah satunya kemunculan lapangan pekerjaan baru.

"Kalau komponennya dibuat komponen lokal di dalam negeri, tentu akan menciptakan lapangan pekerjaan. Meski merek kendaraannya bukan harus Indonesia," kata Kukuh.

Dengan begitu, menurutnya bukan tidak mungkin nantinya upaya ini bisa membawa kendaraan dengan brand unggulan di mancanegara memiliki citarasa Indonesia. Terlebih, jika sudah melakukan proses riset dan pengembangan (R&D) di Indonesia, tentu akan dipasarkan secara global.

"Kalo suatu saat maju, kita bisa sampe ke R&D tentu bisa bikin Mercedes dengan cita rasa Indonesia, karena desainer Indonesia," ujarnya.

(evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER