Jakarta, CNN Indonesia -- Pada 2018, lembaga riset
e-marketeer memperkirakan pengguna ponsel cerdas di Indonesia akan mencapai 100 juta pengguna. Angka ini menempatkan Indonesia dibelakang Cina, India, dan Amerika Serikat.
Dengan jumlah pengguna besar dan negara
mobile-first, maka diperkirakan iklan video di Indonesia akan tumbuh pesat. Hal ini disampaikan Alex Merwin, Vice President International and Current Interim MD, SpotX JAPAC di Jakarta, Jumat (5/4).
Bahkan menurut laporan TubeMogul, pengeluaran mobile ad akan mengalami peningkatan 15,5%. Ini berarti peningkatan tiga kali lipat dalam belanja iklan digital di negara.
Sayangnya potensi ini masih terganjal oleh lemahnya kendali kualitas dan transparansi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktek kecurangan atas tayangan video digital juga kerap terjadi. Hal inilah yang membuat pemilik media di Indonesia dan penerbit online (online publisher) ragu dan waspada untuk memasuki pasar iklan video.
Praktek kecurangan dilakukan dengan menayangkan iklan video tersebut di website yang tidak seharusnya. Sehingga, 40 persen sampai 50 persen impresi dihasilkan dari website yang kurang berkualitas.
“Sebagian besar pemilik media (juga) tidak mendapat akses untuk memonitor iklan yang disediakan atau dalam situasi berbeda. (Sebab,) sebagian platform tidak dapat mengukur keterlihatannya."
Akibatnya, rata-rata 65 persen impresi iklan video dihasilkan tanpa adanya pengukuran pada keterlihatannya. Kecurangan juga terjadi dengan mengakali total penonton sebelum hasilnya diberikan kepada para pengiklan.
Tantangan lain yang lebih mendasar, yang dimiliki para pemilik media di Indonesia adalah soal rendahnya kecepatan konektivitas internet. "Kami mengharapkan adanya peningkatan signifikan dalam anggaran belanja iklan TV di Indonesia untuk bertransisi ke online video setelah faktor-faktor ini diatasi," jelas Merwin.