Jakarta, CNN Indonesia -- Perlawanan terhadap konten negatif di Indonesia makin menguat. Terbaru adalah lahirnya gerakan nasional literasi digital yang didorong oleh 37 organisasi berbeda.
Gerakan nasional tersebut diberi nama #SiBerkreasi. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membuka peluncuran gerakan ini di kompleks Gedung Joang '45, Menteng, Jakarta.
Kementerian yang dipimpin Rudiantara jadi salah satu organisasi yag mendukung gerakan ini, bersama Kemensetneg, Kemendikbud, Kemendikristi, Bekraf, KPI, dan KPAI. Dari pihak non-pemerintah terdapat komunitas seperti Mafindo, ICT Watch, media, lembaga riset, hingga akademisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kominfo itu dalam rangka literasi mengajak semua elemen bangsa siapa pun dari akademisi, CSO, akademisi, mahasiswa, artis, untuk memerangi konten negatif," ucap Rudiantara, Senin (2/10).
Dedy Permadi, ketua gerakan #SiBerkreasi, menyatakan peredaran konten negatif di dalam negeri sudah di tahap yang mengkhawatirkan dan meresahkan masyarakat. Menurutnya ada jarak yang cukup lebar antara infrastruktur teknologi dan pengetahuan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkannya. Akibat jarak tersebut, pengguna internet jadi rentan terhadap disinformasi.
"Indonesia termasuk negara yang belum punya kebijakan komprehensif tentang literasi digital di antara negara G20. Gapnya terlalu tinggi. Itu yang menjelaskan kenapa kita sangat rentan terhadap hoax, bullying, dan radikalisme digital," terang Dedy.
Dedy melanjutkan, dibanding negara G20 lain, Indonesia terhitung jauh ketinggalan soal literasi digital. Selandia Baru punya kurikulum pendidikan yang memuat literasi digital di tingkat SD sampai SMA. Sementara di Eropa setiap ada kebijakan TIK baru, pemerintah selalu menyertainya dengan pengetahuan penggunaannya.
Data Kominfo mencatat ada lebih dari 800 ribu situs web di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu, ujaran kebencian, konten bernada SARA, pornografi, hoaks, narkoba, terorisma, dan lainnya.
Sementara itu, tercatat ada 42 persen dari pengguna internet di Indonesia yang sadar akan bahaya perundungan siber. Pengguna internet Indonesia yang berpotensi terpapar konten negatif, dengan 80 persen di antaranya berusia 10-29 tahun dan 30 juta diantaranya merupakan anak-anak.
Ada Dua Metode Gerakan ini mengusung dua metode dalam melawan arus konten negatif. Pertama adalah langkah formal dengan memasukkan pengetahuan literasi digital ke kurikulum sekolah, dari level SD hingga universitas.
Dedi menuturkan sejumlah organisasi yang tergabung dalam gerakan #SiBerkreasi ini sudah punya konsep kurikulum tersebut. Selanjutnya mereka akan mendekati Kemendikbud untuk merestui draf kurikulum buatan mereka menjadi bahan ajar di sekolah-sekolah.
"Target untuk draf kurikulumnya jadi di akhir tahun ini," katanya.
Metode lain yang diusung gerakan ini adalah menggandeng publik figur seperti artis dan KOL
(key opinion leader) media sosial. Cara ini sengaja dipilih karena gerakan ini menyasar generasi millenial yang berada paling lama di depan layar gawai. Harapannya, publik figur dan KOL ini bisa memberi contoh yang baik bagi generasi muda dalam berinternet.
Dedy mengatakan sejauh ini #SiBberKreasi bisa dibilang sebagai gerakan terbesar yang pernah ada di Indonesia untuk melawan konten negatif. Untuk soal keanggotaan, saat ini sudah ada 37 organisasi yang menyatakan dukungan formalnya ke gerakan ini.