Jakarta, CNN Indonesia -- Profesi sebagai ahi bahasa pemrograman saat ini tak melulu, mengingat saat ini hampir semua bidang memerlukan campur tangan teknologi. Setidaknya ada lima lapangan pekerjaan yang dengan mudah menerima ahli bahasa pemrograman yakni pekerjaan di bidang TI, analis data, desainer dan artis, ilmuwan dan
engineer. Data BLS yang dirilis 2015 mengungkap kemampuan pemrograman sebagai salah satu kemampuan yang paling dicari ketimbang profesi lain. Sekitar 26 juta pekerjaan di Amerika Serikat membutuhkan seorang ahli pemrograman.
Hanya saja, kebutuhan industri dan ketersediaan ahli bahasa pemrograman tidak berbanding lurus. Meski begitu, fakta ini tak menyurutkan profesi ahli bahasan pemrograman, terlebih jika melihat kebutuhan di berbagai industri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian Glassdoor pada tahun 2016 menunjukkan delapan dari 25 pekerjaan yang paling diinginkan berasal dari industri teknologi. Laporan dari Burning Glass di tahun lalu juga menunjukkan ada tujuh juta lapangan pekerjaan bagi ahli bahasa pemrograman. Jumlah ini termasuk impresif, mengingat ada 12 persen dari rata-rata serapan lapangan pekerjaan secara global. Rata-rata pendapatan seorang ahli bahasa pemrograman per tahun lebih tinggi US$22.000 ketimbang profesi lainnya.
Untuk mengatasi ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan SDM,
Massachusetts Institute of Technology (MIT) setahun belakangan meluncurkan program bertajuk
Coding Across the Curriculum “TeachCode Academy” di New Hampshire yang mendorong guru-guru belajar ilmu komputer dan memasukkannya ke dalam kurikulum pembelajaran di kelas.
MIT sadar jika profesi sebagai ahi bahasa pemrograman memiliki kesempatan 89 persen lebih baik dibanding profesi lain dalam hal kolaborasi antarprofesi. Temuan ini bukan bermaksud untuk mengkerdilkan profesi lain, namun bisa menjadi kesempatan besar untuk bersaing di ranah global.
Geliat kebutuhan ahli bahasa pemrograman di Indonesia juga terus berkembang. CEO Refactory, Taufan Aditya menegaskan peluang bagi ahli bahasa pemrograman di Indonesia dan Asia terbuka sangat lebar, terlebih saat ini jumlahnya mash terbatas.
"Asia itu ibarat tanah tak bertuan, pemainnya masih sedikit yang benar-benar ada di kelas profesional, apalagi di Indonesia," imbuh Taufan dalam keterangan resmi.
Sebagai agregator bagi perusahaan rintisan, Refactory berusaha mengambil peluang untuk memenuhi kebutuhan industri dengan mengasah kemampuan bahasa pemrograman. Pusat pelatihan
(bootcamp) Refactory yang saat ini berada di Bandung dan Yogyakarta diharapkan turut berkontribusi menghasilkan ahli bahasa pemrograman sesuai dengan kebutuhan industri saat ini.
Refactory menargetkan lulusannya memiliki kemampuan mumpuni di bidang bahasa pemrograman dan membuat standar lulusannya memiliki rentang pendapatan minimum Rp10 juta.
"Ini untuk meningkatkan harga jual para programmer dan membuat mereka setara dengan profesi seperti dokter, atau pekerjaan lain. Dunia digital tak bisa dibendung lagi," pungkas Taufan.