Jakarta, CNN Indonesia -- Vietnam mengumukan kemunculan sebuah tim yang terdiri dari 10 ribu 'tentara siber' untuk mengawasi aktivitas pengguna internet, terutama bagi mereka yang dianggap memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah.
'Tentara siber' yang dinamakan Force 47 akan mengawasi sejumlah sektor secara realtime sejak Senin (25/12) lalu.
"Setiap jam, menit, dan detik kita harus siap bertempur secara proaktif melawan pandangan yang salah dan akan beroperai di sejumlah sektor," tulis surat kabar
Tuoi Tre mengutip Letnan Jenderal Nguyen Trong Nghia, wakil kepala departemen politik militer Vietnam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, sejauh ini pemerintah telah mengungkap 62,7 persen populasi masyarakat Vietnam telah memiliki akses internet. Otomatis, kemungkinan mereka mengakss konten yang 'tidak seharusnya' diakses pun kian besar sehingga pemerintah merasa perlu memata-matai aktivitas warganya.
Jika nantinya 'pasukan siber' menemukan konten propaganda yang dianggap melawan paham negara, maka mereka akan langsung memblokir konten tersebut.
"Sisi negatifnya, konten-konten ini dibuat pihak yang tak bertanggung jawab. Mereka ingin menyebabkan kericuhan di internet. Merusak pola pikir masyarakat kita," kata Trong Nghia.
Kemunculan pembatasan akses internet ini terkait dengan ucapan Presiden Vietnam Tran Dai Quang pada Agustus lalu yang mengatakan negara perlu menaruh perhatian terhadap pengendalian situs yang berisi konten negatif dan dianggap berbahaya.
Menurutnya, upaya itu dilakukan demi menekan peredaran konten propaganda yang berpotensi menentang pemerintah.
Meski begitu, perusahaan keamanan Cyber FireEye mengatakan meski pertahanan siber pemerintah terhitung besar, namun pertahanan yang relatif lemah.
"Mata-mata siber semakin menarik, sebagian karena dapat memberikan akses ke sejumlah informasi yang signifikan dengan investasi yang sederhana, penghindaran yang masuk akal dan risiko yang terbatas," kata juru bicara FireEye kepada
Reuters.
Perusahaan keamanan ini mengkritisi sikap pemeritah lantaran bakal banyak pihak yang akan terimplikasi kebijakan ini, termasuk pemerintah, wartawan, aktivis dan bahkan perusahaan multinasional.
(evn)