Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Mobil China butuh sentuhan keajaiban untuk bisa bersaing di pasar otomotif Indonesia dan menyaingi kedigdayaan mobil-mobil Jepang atau Korea Selatan. Juga butuh modal kuat untuk melebarkan sayap di dalam negeri.
Setidaknya ini yang terlihat setelah kendaraan asal China mulai memasuki Indonesia pada medio 2002. Kala itu, mereka menembus pasar lewat produk Changan yang dipasarkan pengusaha yang juga memiliki salah satu bank eksekutif di Indonesia.
Namun kehadiran mobil China di dalam negeri saat itu tak banyak dilirik masyarakat, karena ketertarikan konsumen lebih kepada merek Amerika Serikat dan Jepang. Mobil pikap Changan pun menghilang dari peredaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rasa penasaran soal kualitas mobil China akhirnya terjawab sembilan tahun kemudian, saat mengikuti sesi uji coba pada awal 2011 mengendarai Geely Panda 1.3-liter DOHC 5-percepatan manual dari Jakarta-Bandung-Jakarta. Selama dua hari saya mengulas ekterior, interior, hingga kemampuan mesin mobil yang menjadi rival Kia Picanto dan Hyundai i10 itu.
Ketika mengarahkan mobil menuju tempat peristirahatan di Bandung, Jawa Barat, mulut saya sempat bergumam mengkritik kualitas mobil secara keseluruhan. Di dalam perjalanan, saya menyadari bahwa begitulah kualitas mobil-mobil China. Jauh dari kata istimewa jika dibandingkan yang sekelas.
Ini baru satu model, bagaimana dengan model Geely lain?
Namun ya sudahlah, harganya yang relatif murah dibanding kompetitor tentu menjadi perhitungan bagi konsumen dalam negeri. Dalam kondisi 'dipaksakan' seperti itu, alhasil keberadaan mobil Geely di jalan sangat rendah.
Hasil penelusuran saya, Geely pada 2010 hanya terjual 1.300 unit dan tahun 2011 sebanyak 2.200 unit dari target penjualan 2.500 unit. Angka-angka ini jauh dari jumlah penjualan mobil nasional tahun 2010 sebesar 764.709 unit, pada 2011 sejumlah 894.164 unit, sementara pada 2012 sebanyak 1.116.230 unit.
Ini bukti mobil China dihindari konsumen.
 Ilustrasi pabrik mobil. Saat ini yang menguasai pasar mobil di Indonesia adalah yang berasal dari Jepang dan Korea Selatan. (REUTERS/Benoit Tessier) |
Tahun demi tahun saya lewati untuk meliput otomotif dalam negeri, sampai pada waktunya mendengar kabar perusahaan mobil China Geely terpuruk di Indonesia pada medio 2012-2013.
Padahal PT Geely Mobil Indonesia usianya baru seumur jagung sejak mendirikan perusahaan joint venture dengan Geely Auto Group pada tahun 2009 dan mobil-mobilnya diproduksi di pabrik PT Gaya Motor, Sunter, perusahaan perakitan milik PT Astra International Tbk.
Nama besar Geely yang mengakuisisi saham produsen mobil Eropa, Volvo, pada 2010 ternyata tidak bisa mengangkat citra Geely di Tanah Air.
Pada akhirnya Geely 'tutup warung' secara diam-diam dan hanya menjual stok lama yang belum laku sejak 2012. Selama ini tidak ada produk baru dari Geely untuk menggairahkan calon konsumen. Akhirnya perusahaan itu terus dapat cemoohan dan dinilai konsumen tak kompetitif.
"Setelah saya produksi (di PT Gaya Motor) dan pasarkan sampai 2012, saya keluar dari Geely karena support dari China nihil," kata mantan Presiden Direktur PT Geely Mobil Indonesia, Budi Pramono, kepada CNNIndonesia.com.
Nasib tak lebih baik juga menimpa produsen otomotif asal China lain, Chery, yang harus "berdarah-darah" mengarungi industri otomotif nasional. Padahal Chery telah bergabung dengan Indomobil Group (yang membawahi Nissan, Datsun, Audi, VW, Hino, Renault) pada 2004, atau lebih awal dari Geely.
Kondisi berbeda dialami mobil asal Korea yang sejak 1994 sampai saat ini terus mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Mulai sejak dibanderol dengan harga lebih murah 50-60 persen dari mobil Jepang, sampai harganya relatif setara dengan produksi negeri Matahari Terbit itu.
Selama ini mobil merek Korea mengalami kenaikan kualitas sehingga pamornya terangkat, meski secara penjualan nasional belum mendominasi. Setidaknya mereka punya modal bersaing yaitu produk berkualitas dan konsisten menghasilkan produk yang aman dan nyaman untuk konsumen.
 Pabrik Wuling di Cikarang. Wuling adalah produsen mobil China pertama yang mendirikan pabriknya di Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Diawali WulingKetika gaung mobil China di Indonesia nyaris tak bersisa, tiba-tiba kolaborasi produsen besar SAIC-GM (General Motors)-Wuling Automobile (SGMW), mulai mengekspansi Tanah Air.
Ekspansi ini berawal dari pabrik pertama Wuling yang memiliki nilai investasi US$700 juta (Rp9,6 triliun) yang disiapkan sejak 2015 dan resmi beroperasi pada Juli 2017.
Wuling juga jadi produsen China pertama yang mendirikan pabriknya di Indonesia. Ini sinyal bahwa produsen mobil China tak main-main dan serius di dalam negeri.
Fasilitas seluas 60 hektar di Greenland International Industrial Center (GIIC), Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat menghasilkan MPV Confero dan Cortez yang secara tegas 'menghunuskan pedang' kepada Toyota Avanza dan Innova, dua model paling mendominasi penjualan mobil dalam negeri.
Kesiapan investasi ini menghasilkan total penjualan
wholesales (dari pabrik ke dealer) Wuling sejak Juli-Desember 2017 sebesar 5.050 unit untuk model Confero, atau 0,47 persen pangsa pasar dari total wholesales mobil nasional 2017 yang mencapai 1.079.308 unit.
Angka tersebut belum termasuk MPV Cortez yang cukup menggiurkan di segmennya. Wajar saja sepanjang 2018, pabrikan China tersebut menargetkan penjualan sebanyak 30 ribu unit. Target tersebut dengan mudah tercapai dengan syarat Wuling terus kosisten.
Keunggulan dua MPV kebanggaan Wuling ini sebenarnya bukan hanya soal harga yang murah untuk merusak pasar mobil Jepang dan Korea. Namun mobil keluarga dengan penggerak roda belakang itu sepertinya patut diacungi dua jempol soal keamanan dan kenyamanan serta fitur-fitur berteknologi tinggi yang biasa tersimpan di mobil-mobil premium.
 Sokonindo Automobile saat ini juga sudah melakukan produksi kendaraan pada segmen multi purpose vehicle (MPV) di pabriknya, kawasan Serang, Banten. (CNN Indonesia/Rayhand Purnama Karim JP) |
Wuling bisa dikatakan lebih siap masuk ke Indonesia dengan kelengkapan seperti itu di setiap produk-produknya di segmen mobil keluarga 7-penumpang. Ini karena Wuling sendiri mendapat dukungan dari produsen mobil asal Amerika Serikat, General Motors, yang diakui dari segi kualitasnya.
Seolah tutup kuping dengan stigma buruknya kualitas merek China, Wuling kini perlahan mengejar ketertinggalan dan mengobati luka dalam merek mobil China di masa lalu, sambil berharap bisa menempati hati konsumen Indonesia.
Namun tak ada salahnya kita membahas soal faktor yang berperan ketika konsumen mengambil keputusan membeli mobil China: kualitas.
Di Indonesia, perihal kualitas adalah tantangan berat yang harus dikuasai untuk bisa bersaing, terlebih wajah mobil China sepenuhnya belum menyeluruh dikenal konsumen. Butuh proses atau setidaknya habis masa garansi selama tiga tahun jika Wuling hendak berebut pasar dengan merek-merek mobil Jepang di Indonesia.
Selain Wuling, merek mobil China lain masuk Indonesia adalah Sokonindo Automobile yang telah resmi membuka pabrik pertamanya di atas lahan seluas 20 hektar di Cikande, Serang, Banten. Perusahaan itu menghabiskan investasi sekitar US$150 juta (Rp4 triliun).
Sokon agak lebih berani memainkan tempo di Indonesia dengan berencana memproduksi model SUV dan pikap meski masih misterius keberadaanya.
Hasil penelusuran CNNIndonesia.com, dua mobil tersebut lagi-lagi menawarkan fitur keamanan dan kenyamanan yang tak kalah kompetitif dan menjadi 'kuda hitam' di tengah belantara mobil-mobil Jepang. Soal harga, saya yakin seperti produk-produk asal lainnya Sokon akan menjual harga jual produknya di bawah harga kompetitor.
Masuknya dua merek besar China ke Indonesia menjadi fenomena menarik. Apalagi mereka berambisi mencicipi pasar mobil Indonesia yang cukup besar tapi terkenal ketat untuk urusan kualitas.
Jika kondisi ini sudah terpenuhi, tapi bukan 'dipaksakan', maka akan terbuka pula peluang merek China menempati hati konsumen Tanah Air.
Sejumlah orang mengakui mobil keluaran China mampu mengejar ketertinggalan dalam hal kualitas. Bahkan tak sedikit konsumen yang menyatakan mobil China bisa beradaptasi dengan pasar dan bukan seperti hewan bunglon yang hanya sesaat beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Jika ini semua ini sanggup dipenuhi merek mobil China seperti Wuling dan Sokon, wajar jika merek-merek mobil Jepang, Korea yang menjadi pemain dominan muali merasa kelabakan.
Bukan, sangat mungkin merek kompetitor yang terancam selanjutnya memangkas harga jual kendaraan agar tidak kehilangan pasar.
(vws)