Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti menemukan bahwa melasma atau perubahan warna kulit menjadi lebih gelap dari kulit sekitar disebabkan oleh faktor genetik. Melasma ini merupakan salah satu jenis hiperpigmentasi pada kulit.
Melesma ini banyak terjadi pada wanita di Indonesia. Meski demikian, melasma sebenarnya baik pria atau wanita bisa mengidap kelainan ini.
"(Melasma) biasanya mengenai pipi kanan-kiri, dan bisanya lebih banyak terjadi pada orang-orang yang berkulit cokelat. Nah, biasanya pengobatannya sangat sulit. Bahkan kadang-kadang membuat pasien itu merasa minder, tidak percaya diri," jelas Betty Ekawati Suryaningsih sesuai ujian terbuka program doktor di Auditorium Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gajah Mada, Rabu (25/4/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata, berdasarkan penelitian Betty, faktor genetislah yang menyebabkan melesma sulit disembuhkan. Sulitnya melesma disembuhkan inilah yang mendorong Betty untuk melakukan penelitian ini.
Hasil penelitiannya itu lantas dituangkan dalam disertasinya berjudul 'polimorfisme gen reseptor melanokortin-1 (MC1R) dan gen reseptor antagonis interleukin-1 (IL-1 RA) pada melasma studi pada populasi wanita suku Jawa di Yogyakarta'.
Pasalnya, selama ini tak diketahui secara pasti mengapa melasma terjadi. Sebelumnya muncul dugaan bahwa faktor hormon, obat, kosmetik, dan stres menjadi penyebab. Paparan matahari dan berjemur diperkirakan bisa membuat ini semakin parah, demikian disebutkan
British Skin Foundation.
"Kalau sudah ada faktor genetik, tentu akan mudah untuk mencegahnya. Jadi untuk mencegahnya dengan menggunakan tabir surya yang dipakai pagi hari. Jangan yang sembarangan, tapi tabir surya yang dikhususkan," ungkapnya.
Dalam penelitian ini, kata Betty, dirinya memang menfokuskan untuk meneliti wanita Suku Jawa dengan mengambil sampel wanita di Kota Yogyakarta. Meski demikian, lanjutnya, bukan tidak mungkin faktor genetik melasma juga dijumpai di suku-suku lainnya.
Penelitian genetik ini diselesaikan Betty selama hampir 1,5 tahun. Setelah menyelesaikan penelitian ini Betty menyebut akan melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui cara penyembuhan melasma, seperti dikutip
Detik.com (eks/asa)