Pengamatan Hilal Dilakukan di Observatorium Bosscha

CNN Indonesia | CNN Indonesia
Selasa, 15 Mei 2018 18:40 WIB
Observatorium Bosscha di Lembang dan Kupang melakukan pengamatan hilal sebagai penanda awal Ramadan.
Ilustrasi. (Foto: NASA)
Jakarta, CNN Indonesia -- Observatorium Bosscha di Lembang, Bandung dan Kupang, Nusa Tenggara Timur melakukan pengamatan hilal sebagai penanda awal Ramadan. Sejatinya, pengamatan bulan sabit muda dilakukan hampir setiap bulan di sana.

"Bulan sabit yang ingin diamati pada 15 Mei 2018 merupakan bulan sabit penanda beralihnya bulan Sya'ban ke bulan Ramadan dalam kalender Hijriah 1439 H," kata Direktur Observatorium Bosscha Premana Premadi dalam siaran persnya, Selasa (15/5).

Kalender Hijriah merupakan sistem penanggalan yang mengacu kepada siklus periodik fase bulan. Urutan kemunculan fase bulan digunakan sebagai penanda waktu dan periode dalam kalender lunar atau bulan sabit sebagai penanda awal atau akhir bulan dan Bulan purnama menandakan pertengahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Satu bulan pada kalender lunar ditetapkan sebagai panjang waktu atau periode satu siklus bulan mengeliling bumi, yakni selama rata-rata 29,53 hari," ujar Premana.

Penghitungan hari dalam kalender Hijriah, lanjut dia, dimulai saat matahari terbenam dan penetapan awal bulan pada kalender Hijriah dimulai setelah terjadi konjungsi. Yaitu pada saat posisi bulan dan matahari berada pada posisi garis bujur ekliptika yang sama.

Konjungsi ditetapkan sebagai batas astronomis antara bulan yang sedang berlangsung dengan bulan berikutnya dalam sistem kalender lunar. Pada saat konjungsi, matahari, bulan, dan bumi dalam konfigurasi segaris sehingga bulan akan berada pada fase bulan mati diamati dari permukaan bumi.

Menurutnya, peralihan bulan dalam kalender Hijriah menjadi menantang ketika dimasukkan faktor melihat atau sighting bulan sabit setelah konjungsi terjadi sebagai kriteria.

Terlepas dari perbedaan kriteria yang muncul di masyarakat, tingkat keberhasilan teramatinya bulan sabit muda yang tipis secara astronomis merupakan kombinasi dari banyak faktor penentu, antara lain, posisi relatif bulan terhadap matahari dari posisi tertentu permukaan bumi, usia bulan, porsi kecerahan bulan (iluminasi), dan tentu saja kondisi langit dan cuaca di sekitar horison.

Pengamatan di Observatorium Bosscha di Lembang akan dilakukan menjelang sore hari hingga bulan terbenam guna memverifikasi interpretasi data astronomis posisi bulan pada 15 Mei 2018 yang tidak memungkinkan terlihatnya bulan setelah matahari terbenam.

"Dari Observatorium Bosscha pada 15 Mei 2018, bulan akan diamati terbenam setelah (menyusul) matahari," ucap Premana.

Namun karena jeda waktu dengan terbenamnya matahari yang sangat singkat (44 detik), dan dikombinasikan dengan posisi projektif Bulan yang sangat dekat dengan Matahari (elongasi sekitar 4°), dan iluminasi yang sangat rendah (00,17%), maka bulan tidak dapat diamati secara astronomis.

Sedangkan pengamatan di Kupang, kata dia, ditujukan untuk penelitian dan akan dimulai sejak pagi hari.

"Kondisi langit Kupang yang rata-rata sangat cerah diharapkan dapat memberikan data pengamatan yang baik untuk meneliti batas visibilitas (kenampakan) bulan sebagai fungsi dari elongasi dan ketebalan sabit bulan," jelasnya.

Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan teleskop dan detektor kamera berbasis CCD yang dilanjutkan dengan proses pengolahan citra.

Pengamatan di Kupang dilakukan di rooftop Asrama Rusunawa PPGkampus Universitas Nusa Cendana (Undana). Dari lokasi tersebut, bulan dapat terlihat hingga horison barat.

"Di Indonesia, pihak yang berwenang menentukan awal Ramadan dan Syawal adalah pemerintah Indonesia melalui proses sidang itsbat. Tugas Observatorium Bosscha adalah menyampaikan hasil perhitungan, pengamatan, dan penelitian tentang hilal kepada unit pemerintah yang berwenang jika diperlukan sebagai masukan untuk sidang itsbat," jelasnya. (hyg/evn)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER