Jakarta, CNN Indonesia --
Gempa bumi bermagnitudo 7,4 skala Richter (SR) diikuti gelombang
tsunami yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah memicu kekhawatiran terjadinya kejadian serupa.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat serangkaian gempa susulan terjadi di Palu hingga Selasa (2/10).
Perekayasa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sekaligus ahli tsunami, Widjo Kongko mengatakan serangakain gempa susulan dengan magnitudo besar bisa memicu rekahan
(crack) baik di daratan maupun di dasar laut.
Widjo mengatakan serangkaian gempa susulan dengan magnitudo besar dikhawatirkan bisa memicu semakin banyak rekahan. Jika rekaan terdapat di tubir (kemiringan yang begituu curam) di dasar laut, maka bisa terjadi longsoran yang memicu tsunami susulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau terjadi crack pasti ada longsor, meski gempa dengan skala kecil 5 atau 5,5 SR tetap bisa memicu adanya longsoran. Longsoran ini yang kemudian bisa memicu terjadi tsunami susulan," jelasnya kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (2/10).
Selain itu, Widjo mengatakan kekhwatiran lain dari longsoran bawah laut juga lantaran tidak ada alat yang mampu mendeteksi hal tersebut.
Widjo mengatakan sejauh ini alat yang dimiliki BMKG hanya sebatas pendeteksi berdasarkan aktivitas seismic, bukan mekanisme longsoran.
"Gempa susulan dengan magnitudo kecil sekalipun, kalau ada longsoran awah laut bisa memicu tsunami. Hanya tidak bisa dideteksi oleh sistem peringatan dini milik BMKG," ungkapnya.
Menurutnya, berbeda dengan kerusakan yang terjadi di darat, posisi kerusakan di laut prosesnya lebih rumit. Untuk itu, ia mengatakan BPPT berencana mengirim kapal ke lokasi rekahan untuk melakukan pemetaan dan pengkajian secara detail untuk mitigasi ke depannya.
(evn)