Masa Kelam Startup, Pecahnya Gelembung Internet 2000

CNN Indonesia
Selasa, 08 Okt 2019 11:56 WIB
Tahun 2000 merupakan masa kelam startup teknologi akibat fenomena internet bubble yang membuat banyak perusahaan internet gulung tikar.
Ilustrasi (Istockphoto/ipopba)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pada tahun 2000 muncul fenomena yaitu banyak perusahaan internet yang sempat mempunyai nilai triliunan berakhir gagal tanpa nilai sama sekali. Fenomena ini dikenal dengan internet bubble.

Sebagai contoh, Pets.com bangkrut setelah 9 bulan melepas saham perdana ke publik. Diikuti dengan penutupan Boo.com, Webvan, hingga perusahaan telekomunikasi. Saat itu, semua saham perusahaan internet turun 75 persen.

Hal ini juga ikut memengaruhi saham perusahaan teknologi seperti Cisco, Intel, Oracle, Qualcomm. Amazon dan eBay juga kehilangan nilai saham mereka tapi berhasil pulih dengan cepat. Sebanyak 48 persen perusahaan 'dot com' saat itu berhasil selamat dari bencana ini pada 2004, meski mereka mendapat valuasi yang lebih rendah, seperti dilaporkan Cnet.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fenomena ini memang sebagian besar terjadi di Amerika Serikat, sebab saat itu sebagian besar perusahaan internet yang sudah melepas saham ke publik ada di negara itu.

Kok bisa terjadi?

Pada 1994-2000, perusahaan internet tumbuh sangat tinggi, sebab saat itu kepemilikan komputer pribadi dan pembangunan jaringan internet sedang gencar-gencarnya dilakukan. Sehingga, ketika ada perusahaan yang menawarkan jasa di internet, banyak orang yang tertarik menggunakan layanan situs-situs tersebut. Para investor juga tertarik berinvestasi di perusahaan-perusahaan internet ini karena dianggap sebagai penemuan baru.

Banyak pengguna dan investor yang antusias, membuat perusahaan internet ini optimis melempar saham ke publik. Saat itu, Netscape melepas saham ke publik dan laku keras. Netscape merupakan salah satu peramban pertama di jagat maya selain Internet Explorer milik Microsoft.

Penjualan saham perdana (IPO) Netscape pada Agustus 1995 ditutup dengan nilai US$58,25 dan memberi perusahaan valuasi US$2,9 miliar. Pada 1996 langkah ini diikuti oleh Yahoo, Lycos, Excite. Nilai saham yang tinggi semakin mendorong ketertarikan berinvestasi pada perusahaan internet.

Hingga akhirnya investor berinvestasi ke perusahaan 'dot com' manapun. Sampai-sampai muncul anekdot asal perusahaan Anda punya akhiran '.com' bisa langsung di beri investasi. Pada 1999, 39 persen dana pemodal ventura dialirkan untuk perusahaan internet. Serta hampir setengah dari IPO pada tahun itu dilakukan oleh perusahaan internet (295 dari 457).

Saat itu, pemodal ventura sangat mudah memberikan pendanaan. Sebab, mereka berharap bisa segera balik modal begitu perusahaan itu IPO dan mendapat nilai tinggi. Bank investasi yang diuntungkan dengan IPO perusahaan internet ini juga mendorong para spekulan untuk berani berinvestasi di teknologi.

Investopedia menyebut pada puncak bubble internet, sangat mudah bagi perusahaan 'dot com' yang tampak menjanjikan untuk menjadi perusahaan publik. Mereka bisa melepas saham perdana, meski ia belum mendapat untung, belum punya arus uang yang positif, bahkan ketika belum punya pemasukan. Para pegawai yang mendapat saham perusahaan pun menjadi miliuner dadakan akibat harga saham yang melonjak setelah IPO.

Dengan derasnya kucuran uang, startup internet ini berlomba untuk menjadi besar dengan cepat. Mereka banyak menghabiskan pendanaan untuk pemasaran. Beberapa bahkan menghabiskan 90 persen anggaran untuk iklan agar bisa segera dikenal masyarakat. Mereka juga menawarkan layanan gratis atau promo diskon dengan harapan bisa segera meraup pasar. Tanpa adanya pemasukan dan model bisnis yang jelas, mereka juga kerap memanjakan karyawan dengan liburan mewah dan pesta-pesta mahal.

Gelembung pecah

Tingginya antusias investor yang sembarang menempatkan uang mereka, membuat perusahaan-perusahaan internet ini punya nilai pasar di atas nilai riil mereka. Hal ini membuat harga tinggi tersebut tidak bertahan lama dan jatuh. Kejatuhan harga sesuai dengan harga pantas atau di bawah harga tersebut.

Investor pun tidak terlalu mempermasalahkan ketika tidak semua perusahaan internet punya model bisnis yang jelas. Mereka tenggelam dengan euforia dan percaya setidaknya salah satu perusahaan internet yang mereka biayai akan berhasil.

Persaingan para investor dan spekulasi, mendorong investor membayar saham perusahaan internet lebih dari nilai fundamental mereka. Sebagai contoh Amazon dengan saham perdana dijual US$18 dan berakhir dengan nilai US$100. Perbedaan harga ini yang membuat adanya gelembung (bubble). Persaingan membuat gelembung ini makin besar sebelum akhirnya meledak.

Para investor saat itu sangat percaya dengan perusahaan internet yang belum untung ini. Perusahaan ini menawarkan model bisnis baru yang disebut 'ekonomi baru'.

Berdasarkan aturan baru ini, metode valuasi tradisional tidak bisa diaplikasikan pada saham perusahaan internet. Sebab, model bisnis perusahaan internet ini berbeda, mereka punya pemasukan dan arus kas negatif, seperti dilaporkan New York Times.

Para investor mengutamakan pertumbuhan, pangsa pasar, dan efek jejaring (network effect). Efek jejaring adalah efek ketika ada penambahan pengguna baru akan memberi nilai tambah bagi perusahaan itu ketimbang perusahaan lainnya.

Belakangan, nilai perusahaan internet juga dilihat dari berapa tinggi mereka membakar uang investasi (burn rate). Sebab, banyak perusahaan internet yang lantas kehabisan uang dan di likuidasi.

(eks)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER