Fakta Meriam Kapal Patroli Bakamla, Senjata Kawal Laut Natuna

CNN Indonesia
Selasa, 30 Jun 2020 14:22 WIB
Sejumlah warga menyaksikan Kapal Perang Hasan Basri TNI AL yang berada di dermaga Poso, Poso Kota Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (1/4). Kapal perang hadir di Poso dalam rangka  latihan gabungan pertempuran yang melibatkan sebanyak 3200 prajurit dari 3 matra TNI yakni AD, AU dan AL di sekitar pegunungan biru Tamanjeka yang menjadi basis persembunyian kelompok sipil bersenjata yang selama ini meresahkan Poso dan sekitarnya. ANTARA FOTO/Zainuddin MN/Rei/mes/15.
Ilustrasi kapal Bakamla. (Zainuddin MN)
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Keamanan Laut (Bakamla) telah mendapat izin untuk menggunakan senjata pada kapal patroli. Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Aan Kurnia membenarkan pihaknya berencana memasang meriam dengan kaliber 30 millimeter remote controlled weapon station atau remote controlled station.

"Jadi sementara yang paling besar kami pakai yang 30 milimeter," ujar Aan kepada CNNIndonesia.com, Senin (29/6).

Aan menegaskan pemasangan meriam pada kapal patroli Bakamla bukan dalam rangka melumpuhkan musuh. Dia mengatakan senjata itu digunakan untuk melindungi diri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebab, dia mengatakan kapal coast guard milik China dan Vietnam dalam polemik di perairan Natuna atau Laut China Selatan menggunakan meriam 70 mm.

"Kemarin sudah disetujui. Paling tidak berimbang lah coast guard kita dilengkapi senjata untuk operasi di perbatasan," ujarnya.

Aan menyampaikan pemasangan senjata di kapal Bakamla tidak akan menghilangkan peran TNI dalam menjaga kedaulatan bangsa. Di masa damai saat ini, dia menyebut militer berada di belakang Bakamla.

"Kalau masa damai masa kapal militer yang dikedepankan. Kan ekskalasinya malah naik. Kecuali kalau memang nanti ekskalasinya naik atau perang ya kapal militer di depan. Kami justru membantu di belakang," ujar Aan.

Terkait dengan pabrikan, Aan menyampaikan akan memilih yang terbaik. Namun, dia tidak menampik pihaknya akan menggunakan produk dalam negeri jika tersedia.

"Kalai 30 mm kayaknya (dalam negeri) belum. Pindad ini masih kaliber kecil," ujarnya.

Aan menambahkan pemasangan meriam 30 mm tidak hanya untuk kapal tertentu. Dia menyebut semua kapal Bakamla diharapkan dalam waktu dekat sudah menggunakan sistem persenjataan tersebut.

Terpisah, anggota Komisi I DPR Bobby Adhtyo Rizaldi enggan memastikan pabrikan yang akan mensuplai meriam 30 mm RWS untuk Bakamla. Akan tetapi, dia memprediksi meriam yang digunakan setara dengan yang digunakan oleh coast guard Malaysia dan Filipina.

"Formalnya kami belum ada info apa mereknya," kata Bobby kepada CNNIndonesia.com.

Bobby menuturkan meriam 30 mm RWS merupakan senjata yang standar digunakan oleh kapal coast guard. Meski tak merinci, meriam 30 mm dual feed buatan Aselsan dapat memuntahkan 200 peluru dalam satu menit.

Lebih dari itu, Bobby juga berharap senjata tersebut bisa segera terpasang di kapal Bakamla tahun ini. Sebab, dia menyebut selama ini Bakamla hanya dibekali oleh senapan kaliber 5,56 mm.

Diketahui, sengketa perairan Natuna Utara terus terjadi antara Indonesia dengan China. Kapal-kapal China lalu lalang di perairan Indonesia di wilayah tersebut.

China mengklaim Laut China Selatan adalah wilayahnya berdasarkan Nine-dashed Line atau sembilan garis putus-putus. China mengklaim wilayah itu merupakan tempat nelayannya menjaring ikan sejak berabad-abad silam. Nine-dashed Line termasuk sebagian perairan Natuna Utara milik Indonesia.

Eskalasi sengketa di Laut China Selatan meninggi pada Januari lalu. Kapal-kapal nelayan China menjaring ikan sambil dikawal kapal coast guard yang dilengkapi senjata.
Gelagat China memancing reaksi dari sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Pemerintah Indonesia, tak hanya mengirim kapal, tetapi juga sempat mengirim jet tempur untuk mengawasi perairan Natuna Utara.

Eskalasi lalu mereda. Namun meninggi kembali beberapa pekan lalu. Kapal-kapal China lalu lalang di perairan Laut China Selatan. Amerika Serikat, yang memiliki pangkalan di Filipina gerah dengan gelagat China.

Pemerintah Indonesia pun masih berada di posisi yang sama, yakni menolak klaim Nine-dashed Line sebagai penanda jalur perikanan tradisional Tiongkok.

Indonesia tetap menghormati Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) yang mana wilayah Natuna Utara termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Indonesia sebenarnya memiliki kapal perang yang dilengkapi meriam. Akan tetapi, tidak bisa dipakai jika kapal coast guard China menembak. Kapal coast guard termasuk kapal sipil, sehingga tidak boleh dilawan dengan kapal militer berdasarkan hukum internasional.

(jps/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER