Seorang nelayan dilaporkan menemukan sebuah kendaraan bawah laut tak berawak (UUV) di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, pada Desember 2020. Temuan itu kemudian diserahkan kepada Tentara Nasional Indonesia untuk diidentifikasi.
Kesimpulan awal TNI menyatakan benda berbentuk seperti torpedo itu merupakan seaglider, sebuah UUV untuk mendeteksi keadaan geografi lautan. Seaglider yang diduga milik China itu dilengkapi dengan kamera dan sejumlah sensor.
Melansir Forbes, Selasa (5/10, sejumlah analis militer mengidentifikasi drone bawah air itu sebagai Sea Wing atau Haiyi, UUV buatan China yang dioperasikan oleh angkatan laut China. Sebab, UUV itu berwarna abu-abu kusam, indikasi kuat bahwa operatornya tidak ingin UUV itu terlihat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
UUV yang ditemukan di Selayar tidak seperti UUV pada umumnya untuk penelitian, yakni berwarna kuning cerah atau oranye untuk membuatnya lebih mudah ditemukan.
Sea Wing disebut-sebut sebagai salinan dari UUV milik Angkatan Laut Amerika Serikat, yakni Littoral Battlespace Sensing-Glider (LBS-G). Sea Wing mulai diperkenalkan 2011 dan mengamai kemajuan pesat dalam teknologi beberapa tahun kemudian.
Tudingan seaglider itu sebagai mata-mata sebenarnya sejalan dengan pengakuan Kepala Staf Angkatan Laut TNI Laksamana TNI Yudo Margono. Dia mengatakan bahwa seaglider adalah salah satu peralatan di bidang kelautan yang memang bisa digunakan di industri pertahanan dan militer.
Salah satu kegunaan peralatan ini di bidang militer yakni sebagai pembuka jalan kapal selam di wilayah laut dalam.
"Kalau dipakai pertahanan, mungkin bisa digunakan data kedalaman ataupun layer lautan tadi, supaya kapal selam tidak dideteksi," kata Yudo saat menggelar konferensi pers di Markas Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidrosal) TNI AL, Ancol, Jakarta Utara, Senin (4/1).
Lihat juga:Fungsi Seaglider dari Militer Sampai Riset |
Di tengah polemik itu, analis pertahanan HI Sutton melaporkan China telah mengerahkan armada pesawat tak berawak bawah air bernama Sea Wing glider di Samudera Hindia. Alat itu disebut dapat beroperasi selama berbulan-bulan dan melakukan pengamatan untuk tujuan intelijen angkatan laut.
Melansir Live Mint, Sutton dalam laporannya mengatakan bahwa pesawat layang ini mirip dengan yang dikerahkan oleh Angkatan Laut AS, salah satunya disita oleh Beijing pada 2016 untuk memastikan navigasi yang aman dari kapal yang lewat.
Laporan dari Desember 2019 menunjukkan bahwa sebanyak 12 dari 14 Sea Wing akan digunakan dalam misi Samudra Hindia. Sutton berkata Sea Wing tidak cepat atau gesit, namun digunakan untuk misi jarak jauh.
Sea Wing yang ditempatkan di Samudra Hindia dilaporkan untuk mengumpulkan data oseanografi, yang 'terdengar tidak berbahaya'. Namun umumnya data itu dikumpulkan untuk tujuan intelijen angkatan laut.
Meski berpotensi menjadi sarana pengintaian wilayah Indonesia, laporan lain menyampaikan bawah ilmuwan dari Universitas Sam Ratulangi sempat mengoperasikan Sea Wing di Selat Maluku dalam kemitraan dengan para peneliti China di Institut Oseanologi, CAS pada 2018-2019. Sea Wing digunakan untuk keperluan penelitian kondisi perairan di sana.
Selain itu, tidak semua UUV bersifat militer dan karena ilmuwan China sebelumnya juga menggunakan drone Sea Wing untuk melakukan pengukuran guna membantu prakiraan cuaca. Tidak adanya tanggapan dari China yang mungkin menimbulkan kecurigaan.
(mik/mik)