Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mendorong pemberlakuan sertifikasi kompetensi untuk sopir angkutan umum. Sertifikasi ini dirasa bisa mengikuti penerapan pada pilot yang berjenjang.
Senior Investigator KNKT Achmad Wildan mengatakan salah satu penyebab kecelakaan angkutan umum atau truk banyak terjadi karena ketidakpahaman pengemudi pada kendaraan yang dia gunakan, terutama menyangkut teknologi.
Berdasarkan pengalamannya, Wildan bercerita banyak pengemudi tidak paham soal teknologi rem misalnya jenis hydraulic (hidraulis), Air Over Hydraulic (AOH), atau full air brake. Kondisi ini juga bisa diperparah kenyataan bahwa perusahaan yang mempekerjakan para sopir juga tidak paham soal pra-inspeksi atau perawatan yang masuk dalam Sistem Manajemen Keselamatan (SMK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sertifikasi buat sopir bertujuan untuk menambah kompetensi spesifik buat mengemudikan kendaraan tertentu. Hal seperti ini, kata Achmad, tidak bisa didapat jika mengandalkan kepemilikan SIM yang dia katakan dalam proses pembuatannya hanya mengajarkan hal dasar mengemudi.
Sedangkan dalam praktik di jalanan, sopir butuh menguasai kendaraan yang dia gunakan termasuk pemahaman soal teknologinya.
"Kita mengacu pada negara lain, pengemudi angkutan umum harus disertifikasi. Sementara ini enggak, memang cuma dapat SIM dan itu bahaya," kata Wildan dalam webminar yang digelar Isuzu Indonesia, Kamis (17/6).
Menurut Wildan sertifikasi sopir angkutan umum bisa merujuk pada pilot yang dia sebut mendapatkan pelatihan berjenjang, mulai dari siswa, pilot privat, pilot komersial, sampai ke penguasaan tiap model pesawat.
Kata Wildan setiap produk pesawat punya teknologi dan cara penggunaan berbeda-beda yang mesti dikuasai dengan kompetensi khusus.
"Jadi memang harus kita dorong sertifikasi [sopir] angkutan umum dari penyelenggara pendidikan, karena sudah ada standar kompetensinya. Saya cenderung kayak di pilot," ucap dia.
(fea)