Indonesia Cyber Security Independent Resilience Team (CSIRT.ID) menyebut kerugian materil kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia mencapai Rp600 triliun.
Perhitungan angka kerugian ini berdasarkan kerugian masyarakat Indonesia akibat penyalahgunaan data yang bocor.
"Berdasarkan hitungan besarnya kerugian karena kebocoran data yang biasa digunakan oleh Lembaga riset Ponemon-IBM, besarnya kerugian karena kebocoran 279 juta penduduk Indonesia ini adalah lebih dari 600 triliun rupiah," seperti tertulis dalam situs CSIRT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, kerugian ini memperhitungkan dampak peretasan nomor kontak pribadi dan akun media sosial secara masif, adanya panggilan telepon bertubi-tubi dari nomor yang tidak dikenal.
Terbuka juga kemungkinan pembuatan akun-akun baru yang pemiliknya tidak pernah merasa membuat, hingga penggunaan untuk pinjaman online.
CSIRT juga menyoroti kebocoran data ini menggangu program pemerintah yang sedang berjalan akibat tersebarnya data pribadi secara massif, hingga hilangnya kepercayaan masyarakat.
Hal ini terungkap dari pertemuan Teguh dan tim Periksa Data dengan BPJS Kesehatan, Kementerian komunikasi dan Informatikan, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Senin (21/6).
"Kemarin upaya administratif dari tim @periksadata sudah diterima oleh BPJS Kesehatan, Kemkominfo dan juga BSSN," tulis Teguh lewat akun @secgron Selasa(22/6).
Upaya Administratif ini dilakukan sebagai upaya awal sebelum menempuh upaya gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa.
Sebab, sebelum melakukan upaya administratif ini, Teguh dan tim Periksa data yang merupakan perwakilan dari pengguna layanan BPJS Kesehatan itu mengajukan hendak melakukan gugatan terhadap lembaga-lembaga pemerintah itu.
Gugatan berisi lima poin petitum, kepada tiga lembaga yakni BPJS Kesehatan, Kominfo dan BSSN yang berbunyi: