Perusahaan media sosial Twitter blak-blakan bahwa semakin sering diminta pemerintah di beberapa negara untuk menghapus atau take down konten berita jurnalis dan media massa yang dinilai kritis dan menyinggung.
Dalam wawancara eksklusif bersama Reuters, Twitter bahkan mengklaim ada lonjakan permintaan dari pemerintahan negara di penjuru dunia sepanjang tahun 2020.
Dalam laporan 'Twitter Transparency Report', ada 199 akun jurnalis dan media yang sudah centang biru atau terverifikasi yang menghadapi tuntutan dari pemerintah. Total ada 361 konten yang minta untuk dihapus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permintaan penghapusan yang diterima ini muncul saat perusahaan media sosial termasuk Facebook dan Youtube juga semakin diawasi oleh pemerintah di seluruh dunia atas konten yang diizinkan di platform mereka.
Twitter mengaku sempat tunduk pada permintaan beberapa pemerintah negara tersebut dengan menghapus lima tweet dari jurnalis dan media massa.
India menjadi negara yang paling banyak meminta Twitter untuk menghapus konten jurnalis dan media massa. Disusul Turki, Pakistan, dan Rusia. Permohonan tertinggi, menurut Twitter, biasanya adalah Amerika Serikat (AS). Namun, India berhasil mengambil alih kepemimpinan pada tahun 2020.
Twitter mengatakan di AS pada paruh kedua 2020, justru konten Pemerintah AS yang dihapus atau diberi peringatan seiring dengan makin banyak tuduhan-tuduhan tak dari eks Presiden AS Donald Trump.
Terbaru, Nigeria bahkan melarang warganya mengakses Twitter dan memerintahkan stasiun televisi dan radio lokal untuk tidak menggunakan platform tersebut terkait mengutip informasi.
Sebelum Nigeria, Kuba juga mulai membatasi akses media sosial seperti Facebook dan Telegram di tengah protes anti-pemerintah yang meluas.
Twitter kalau ditotal secara keseluruhan, sudah menerima 38.500 tuntutan hukum untuk menghapus berbagai konten. Saat ini Twitter juga telah terlibat dalam beberapa konflik dengan negara-negara, terutama India atas peraturan konten baru untuk media sosial.
India makin gencar menghapus postingan yang dinilai kontroversial. Hal itu dipicu demo peternak yang mendorong reformasi agraria beberapa bulan lalu.
Selain permohonan penghapusan, Twitter juga memamerkan tingginya permintaan informasi. Ada 14.500 permintaan sepanjang 1 Juli hingga 31 Desember. Walau begitu, angka tersebut tidak spesifik permohonan pemerintah, tetapi dari berbagai pihak.
Informasi yang diminta bisa beragam. Namun, laporan Twitter menunjukkan kebanyakan permintaan adalah informasi nama pemilik akun-akun anonim.
Twitter mengklaim tetap menjunjung kebebasan berpendapat selama bertanggung jawab, namun tidak semua pemerintah berpikiran sama.
Lihat Juga : |