101 TEKNO

Menilik Kemungkinan 5G Bisa Bahayakan Pesawat Menurut Ahli

CNN Indonesia
Sabtu, 06 Nov 2021 15:21 WIB
Pengamat penerbangan menjelaskan bagaimana jaringan 5G bisa membahayakan keselamatan penerbangan.
Ilustrasi. Pengamat penerbangan menjelaskan bagaimana jaringan 5G bisa mengganggu penerbangan. (Foto: ANTARA FOTO/AMPELSA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat penerbangan Gerry Soejatman ungkap kemungkinan jaringan 5G membahayakan keselamatan penerbangan. Gangguan ini paling mungkin datang dari perangkat yang ada di kabin dan dibawa oleh penumpang.

"Kalau ada jaringan 5G dekat atau peralatan 5G di kabin yang berada diluar kendali maskapai (atau dengan kata lain, barang milik penumpang)," kata Gerry kepada CNNindonesia.com melalui pesan teks, Kamis (4/11).

Pandangan serupa juga dinyatakan oleh otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA) yang memberi peringatan akan potensi jaringan 5G memberi gangguan pada perangkat elektronik pesawat yang sensitif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

FAA menyebut gangguan intervensi 5G dapat mengurangi kemampuan sistem keselamatan dan peralatan lain yang bergantung pada radio altimeter, terutama ketika pesawat beroperasi di ketinggian rendah.

Gerry menjelaskan radio altimeter digunakan untuk ketinggian rendah ketika pesawat berada dalam fase lepas landas dan pendaratan.

"Radio altimeter ini digunakan untuk ketinggian rendah, guna membantu operasi di fase kritis, seperti take off and landing." ujar Gerry.

"Di luar fase kritis untuk sementara ini bahayanya minim sekali," lanjutnya.

Gangguan pada radio altimeter juga disebut dapat mengganggu kelancaran operasional pada fase tersebut, seperti penunjukan informasi yang salah pada radio altimeter.

"Gangguannya antara lain adalah salah angka yang ditayangkan oleh radio altimeter. Radio altimeter adalah indikasi tambahan, untuk memberi tahu pilot seberapa jauh pesawat dari permukaan tanah atau air," jelasnya.

Meski demikian, Gerry mengatakan kesalahan pada radio altimeter tidak serta merta membuat pesawat menabrak gunung. Namun, kesalahan tersebut dapat memicu sejumlah sistem yang tidak seharusnya bekerja.

"Kesalahan radio altimeter bukan akan membuat pesawat menabrak gunung, tapi lebih ke resiko banyaknya false alarm dan kejadian trigger penyelamatan yang otomatis, yang seharusnya tidak ke-trigger," kata Gerry.

"Ujung-ujungnya berakibat kepada penambahan beban kerja kepada pilot di fase kritis, yang meningkatkan tingkat resiko kecelakaannya," pungkasnya.

Tidak di Indonesia

Opini berbeda datang dari Wakil Direktur Operasi Cyber Security Independence Resilience Team of Indonesia, Salahuddien Manggalanny.

Menurutnya implementasi 5G di Indonesia tidak akan menggunakan frekuensi C-band yang merupakan tempat untuk jaringan radio telemetry untuk pengukuran altimeter penerbangan.

Kemudian Salahuddien juga menjelaskan bahwa sifat spektrum dan alokasi yang spesifik di setiap negara dengan geografis berbeda memberikan pengaruh berbeda pada frekuensi di tabel alokasi tertentu.

Standar internasional radio telemetry untuk pengukuran altimeter penerbangan menggunakan frekuensi C-band atas (4200-4800 Mhz), dan Amerika pun menggunakan frekuensi tersebut.

"Sedangkan di Indonesia sebaliknya, untuk rencana implementasi 5G tidak akan menggunakan spektrum C-band baik yang bawah maupun yang atas, karena perbedaan prioritas, karakteristik spektrum dan existing primary service yang masih dibutuhkan masyarakat," ujar Salahuddien pada CNNIndonesia.com, Kamis (4/11).

(lnn/fjr)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER