Jakarta, CNN Indonesia --
Istilah CPO ramai jadi perbincangan usai Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) terjerat kasus pemberian fasilitas minyak sawit mentah.
Dirjen Kemendag berinisial IWW kini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan kasus ini berawal dari kelangkaan minyak goreng di Indonesia sejak akhir 2021 lalu.
Dilansir Mutu Institut, CPO merupakan singkatan dari Crude palm oil (CPO) yaitu salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dunia, yakni sekitar 40 persen dari seluruh jenis minyak nabati yang ada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Crude palm oil merupakan minyak kelapa sawit mentah yang diperoleh dari hasil ekstraksi atau proses pengempaan daging buah (mesocarp) kelapa sawit yang umumnya dari spesies Elaeis guineensis dan belum mengalami pemurnian.
Minyak kelapa sawit mentah berbeda dengan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil), meskipun berasal dari buah yang sama. Selain itu, minyak kelapa sawit mentah juga berbeda dengan minyak kelapa yang dihasilkan dari inti buah kelapa (Cocos nuifcera).
Perbedaan ini terletak pada kandungan yang dimiliki oleh masing-masing jenis minyak. CPO pada dasarnya mempunyai warna kemerahan karena memiliki kandungan beta-karoten yang tinggi.
Beta karoten merupakan senyawa awalan vitamin A yang juga pigmen berwarna dominan merah-jingga yang secara alami ada pada tumbuhan, termasuk buah-buahan.
Sementara itu, inti minyak kelapa sawit tidak memiliki kandungan beta-karoten sehingga berbeda dari komposisi warnanya. Perbedaan kandungan lemak jenuh di antara minyak kelapa sawit mentah, minyak inti kelapa, dan minyak kelapa cukup signifikan.
Minyak kelapa sawit punya kandungan lemak jenuh 41 persen, minyak inti kelapa 81 persen dan 86 persen untuk minyak kelapa.
Komponen penyusun crude palm oil meliputi kandungan senyawa, komposisi asam lemak, dan sifat fisika dan kimia. Sebagai catatan, sifat fisika maupun kimia dalam minyak kelapa sawit mentah dapat berubah-ubah sesuai dengan kemurnian dan mutu dari minyak tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan sifat fisika dan kimia dalam minyak kelapa sawit mentah mencakup warna, bau, rasa, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih, titik nyala dan titik api, bilangan iod, dan bilangan penyabunan.
Di sisi lain, Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit tertinggi di dunia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia berhasil memenuhi kebutuhan crude palm oil dunia hingga 85 persen.
Hal ini pun mendorong semakin banyaknya studi yang dilakukan terkait inovasi yang dapat dilakukan terhadap olahan minyak sawit mentah. Tujuannya, untuk meningkatkan nilai dari crude palm oil dan mempertahankan industri sawit yang ada saat ini.
Produk yang dihasilkan dari pemanfaatan turunan pengolahan CPO yakni sebagai bahan bakar alternatif biodisel. Selain itu CPO juga menjadi bahan baku minyak goreng. Pemanfaatan lainnya yakni sebagai bahan baku di industri kosmetik, industri kimia dan industri pakan ternak.
Di sisi lain, CPO juga menjadi komoditi ekspor strategis untuk Indonesia. Meskipun CPO Indonesia mendapatkan penolakan dari negara-negara Eropa yang merupakan salah satu pasar potensial.
Penolakan itu terjadi karena kontaminan yang terdapat dalam minyak sawit tersebut. Di antaranya 3-MCPDE dan GE yang bersifat potensial karsinogenik.
Kontaminan tersebut dapat terbentuk karena adanya prekursor yang salah satunya adalah diasilgliserol (DAG). Pembentukan DAG didukung oleh karakteristik fisikokimia lain pada CPO.
Lokasi perkebunan kelapa sawit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan variasi dari metode pemrosesan akan menyebabkan keberagaman dari karakteristik fisikokimia.
Dalam studi yang terbit di situs resmi IPB dijelaskan bahwa penelitian dilakukan untuk melakukan karakterisasi fisikokimia dari CPO (fraksi asil gliserol, asam lemak bebas (ALB), kadar air, deterioration of bleachability index (DOBI) dan total karoten) yang diproduksi di daerah Sumatra dan non Sumatra (Kalimantan dan Sulawesi) sebagai daerah yang mempunyai nilai produksi CPO tertinggi mengutip situs ITB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisasi fisikokimia CPO di daerah Sumatra dan non Sumatra sangat bervariasi. Bahkan, kadar asam lemak bebas, kadar air, DOBI, dan total karoten pada beberapa CPO di daerah Sumatra dan non Sumatra telah memenuhi persyaratan SNI, Malaysia standard, dan Codex.
Namun, dari hasil tersebut tidak ditemukan karakteristik fisikokimia CPO yang dipersyaratkan terpenuhi sehingga diperlukan penyusunan pedoman sistem produksi dan manajemen pengolahan CPO untuk bisa diterima oleh negara-negara Eropa.
Kadar DAG pada CPO di daerah Sumatra dan non Sumatra cukup tinggi dengan rata-rata 6.73 persen. Untuk itu diperlukan mitigasi lebih lanjut terkait potensi penurunan DAG sebagai prekursor pembentukan 3-MCPDE dan GE pada CPO, sehingga diperoleh CPO yang berkualitas dan berdaya saing di pasar internasional.