Sabuk Arus Samudra Atlantik Melambat, Bencana Ancam Australia dan AS

CNN Indonesia
Senin, 20 Jun 2022 20:02 WIB
Para peneliti menemukan sabuk arus Samudra Atlantik melambat. Beberapa wilayah di Australia dan AS terancam bencana.
Foto: Istockphoto/Peter Llewellyn
Jakarta, CNN Indonesia --

Wilayah timur Australia dan barat daya Amerika Serikat terancam banjir dan kekeringan dahsyat. Hal itu berpotensi terjadi andai sabuk konveyor arus Samudra Atlantik benar-benar rusak.

Melansir The Conversation, perubahan iklim saat ini memperlambat arus sabuk konveyor tersebut, yang berfungsi membawa air hangat dari daerah tropis ke Atlantik Utara. Sekelompok peneliti dalam jurnal yang dipublikasikan Nature Climate Change mengatakan hancurnya sabuk konveyor itu bisa mengubah iklim Bumi mirip dengan La Nina.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para peneliti itu menyebut sistem konveyor itu dengan istilah pembalikan sirkulasi meridional Atlantik (Atlantic overturning meridional circulation). Kerusakan itu bakal membuat iklim menjadi mirip dengan kondisi saat La Nina.

Itu artinya, akan ada lebih banyak hujan yang berpotensi banjir di timur Australia. Di saat bersamaan, terjadi kekeringan dan kebakaran hutan buruk di barat daya Amerika Serikat. 

Dilansir situs resmi BMKG, La Nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Diketahui El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya. Sementara itu La Nina merupakan fenomena Suhu Muka Laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

Pendinginan Suhu Muka Laut (SML) ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum. La Nina juga berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, dan sebagainya.

Pengalaman buruk diterpa cuaca La Nina sudah familiar bagi warga di pantai timur Australia. Perubahan iklim membuat atmosfer menjadi lebih lembab, di saat dua musim panas La Nina menghangatkan lautan di utara Australia. 

Kedua hal itu menyebabkan kondisi terbasah yang pernah terjadi. Konsekuensinya, terjadi banjir yang memecahkan rekor di New South Wales dan Queensland.

Sementara itu, di barat daya Amerika Utara, terjadi kekeringan dan kebakaran hutan yang memecahkan rekor. Akibatnya, sektor agrikultur menadi riskan, dengan kebakaran hutan pada 2021 saja sudah menyebabkan kerugian paling sedikit $70 miliar.

Para peneliti itu menambahkan, iklim Bumi sejatinya memang dinamis dan terus berubah-ubah. Namun jejak efek rumah kaca dan emisi membuat konsekuensi perubahan itu lebih besar. 

Atlantic overturning meridional circulation

Melansir Science Alert, Pembalikan sirkulasi Atlantik terdiri dari aliran besar air hangat tropis ke Atlantik Utara yang membuat iklim di Eropa terjaga. Di saat bersamaan, aliran itu juga membuat daerah tropis kehilangan panas ekstrimnya. Di Bumi belahan selatan, ada pembalikan serupa yakni pembalikan Samudera Antartika.

Sejak peradaban manusia dimulai lima ribu tahun lalu, pembaikan Atlantik relatif stabil. Namun dalam beberapa dekade, terdeteksi perlambatan yang membuat para ilmuwan khawatir.

Penyebab perlambatan itu adalah es yang mencair di Greenland dan Antartika akibat pemanasan global. Ketika es ini mencair, mereka menghasilkan air segar dalam jumlah besar ke samudera, membuat air menjadi lebih meluap dan mengurangi tenggelamnya air padat di dataran tinggi.

Kolapsnya pembalikan Atlantik Utara dan Antartika akan benar-benar mengubah anatomi samudera dunia. Di arus dalam, airnya akan lebih segar dan oksigennya akan terkuras. Dampaknya terhadap ekosistem laut akan sangat terasa.

Dengan es di Greenland sudah mencair, para ilmuwan mengestimasi pembalikan Atlantik ada di saat terlemahnya paling tidak di milenium terakhir, dengan prediksi bahwa kolaps akan terjadi dalam satu abad yang akan datang jika emisi gas buang tidak dicek.

(can/lth)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER