Sampah antariksa dari puing-puing roket menjadi ancaman mahkluk di Bumi. Masalahnya, tak semua negara berkomitmen untuk membuangnya secara benar. Kali ini kritikan tertuju pada China.
Sebelumnya, serpihan roket Long March 5B milik China dilaporkan melintasi Sumatra bagian selatan hingga Kalimantan Barat dan Malaysia pada Sabtu (30/7).
Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaludin dalam keterangan tertulis mengatakan sisa peluncuran modul stasiun antariksa China itu berbobot sekitar 20 ton dan berukuran 30 meter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Thomas menuturkan sampah antariksa besar tersebut jatuh di Samudera Hindia pada Sabtu (30/7) pukul 23.45 WIB. Sejauh ini pihaknya meyakini sampah antariksa tersebut tidak berbahaya bagi biota laut di perairan itu.
Roket Long March 5B CZ-5B (Chang Zeng/Long March 5B) merupakan roket kelas berat China yang diluncurkan pada 24 Juli 2022 dari Wenchang Space Launch Site untuk mengirimkan modul laboratorium Wentian ke Stasiun Luar Angkasa Tiangong, China.
Insiden puing-puing antariksa jatuh ke Bumi ini bukan yang pertama kalinya terjadi. Sebelumnya roket yang sama jatuh di Samudera Hindia dan Pantai Gading di tahun 2020 dan 2021.
Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, insiden ini merupakan yang ketiga yang berasal dari tahap inti roket Long March 5B.
Pertama, kasus sampah antariksa Long March 5B sekitar 10 hari setelah peluncuran pada Mei 2020. Serpihan badan roket menghujani Bumi di atas Afrika Barat, beberapa di antaranya tampak menghantam tanah di Pantai Gading.
Insiden ini diklaim tak menghasilkan korban jiwa.
Kedua, kasus sampah di dekat Maladewa, Mei 2021. Roket Long March 5B melakukan penerbangan kedua pada April 2021 untuk mengangkat Tianhe, modul inti dari stasiun luar angkasa Tiangong.
Sisa Long March 5B itu masuk kembali ke semenanjung Arab sekitar sepekan setelah lepas landas dan melemparkan puing-puing di atas Samudra Hindia dekat Maladewa.
Ketiga adalah yang terbaru, saat puing-puing Long March 5B melintasi Samudera Hindia, Sumatera bagian selatan, Kalimantan Barat, Sarawak, hingga jatuh di Laut Sulu, Filipina.
Dikutip dari Space, Long March 5B mencapai orbit bersama muatannya dan tetap di sana sebagai sampah ruang angkasa yang besar. Mereka bergerak amat cepat hingga hambatan atmosfer membawanya turun dengan cara yang tidak dapat diprediksi dan tidak terkendali.
Skenario dalam desain Long March 5B ini memicu kekhawatiran sebagian besar komunitas penerbangan luar angkasa. Para kritikus menilai strategi pembuangan sisa roket ini gegabah mengingat roket besar itu tidak terbakar sepenuhnya saat masuk kembali ke atmosfer Bumi.
Para ahli dan The Aerospace Corporation's Center for Orbital Reentry and Debris Studies memperkirakan 5,5 ton hingga 9,9 ton sisa Long March 5B bertahan sampai ke Bumi.
Ada pula kemungkinan bahwa bongkahan roket yang jatuh menyebabkan korban cedera atau kerusakan infrastruktur.
"Seharusnya ada beberapa bahan bakar yang tersisa di kapal agar [roket] ini masuk kembali [ke Bumi secara] terkontrol," ucap Darren McKnight, seorang teknisi senior di perusahaan pelacakan LeoLabs, di California, disiarkan langsung oleh The Aerospace Corporation di Twitter.
Direktur NASA Bill Nelson mengkritisi ketertutupan China terkait sampah roket yang jatuh ini.
"RRC tidak membagikan informasi lintasan spesifik karena roket Long March 5B mereka jatuh kembali ke Bumi," cetus dia.
"Semua negara penjelajah luar angkasa harus mengikuti praktik terbaik yang sudah ada, dan melakukan bagian mereka untuk membagikan jenis informasi ini sebelumnya untuk memungkinkan prediksi yang andal tentang potensi risiko dampak puing-puing," lanjut Nelson.
Menurutnya, hal itu "sangat penting untuk penggunaan ruang angkasa yang bertanggung jawab dan untuk memastikan keselamatan orang-orang di Bumi."
Sejauh ini, China National Space Administration (CNSA) maupun Pemerintah RRC belum memberikan keterangan resmi soal insiden roket tersebut.
Pada 2021, usai insiden Maladewa, Kantor Teknik Luar Angkasa China sempat merespons sambil menyerang balik Barat.
"Orang-orang ini iri dengan kemajuan pesat China dalam teknologi luar angkasa. Beberapa dari mereka bahkan mencoba bersuara untuk menghalangi dan mengganggu peluncuran intensif China di masa depan untuk pembangunan stasiun luar angkasa," dikutip NBC dari tulisan di Global Times, sebuah surat kabar milik pemerintah China.
Juru Bicara Menteri Luar Negeri China Hua Chunying saat itu juga mengklaim telah melacak lintasan sampah antariksanya dengan cermat ketika kepingan itu masuk kembali ke Bumi.
(can/arh)