Level permukaan air laut di sekitar Selandia Baru meninggi dua kali lipat lebih cepat dalam 60 tahun daripada paruh pertama satu abad ke belakang. Perubahan iklim disinyalir sebagai biang keroknya.
Mengutip Guardian, otoritas data Selandia Baru (Stats NZ) baru saja memperbarui indikator level permukaan air laut mereka. Dari situ, tampak bahwa level peningkatannya berlipat antara tahun 1961 hingga 2020, dibandingkan dengan rata-rata dari 1901 hingga 1960.
Ada tiga tempat yang menjadi lokasi pemantauan yakni Wellington, Lyttelton, dan Dunedin. Peningkatan terbesar ada di Wellington dalam 60 tahun terakhir yakni sebesar 2,84mm per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Lyttelton punya tren rata-rata tertinggi dalam 120 tahun terakhir yakni 2,24mm per tahun. Ukuran itu memperhitungkan adanya perubahan skala lokal pergerakan tanah secara vertikal, yang bisa disebabkan karena proses geologi atau aktivitas manusia yang menyebabkan penurunan.
Akan tetapi, perubahan iklim disinyalir merupakan sebab utama peningkatan permukaan air laut. Pasalnya, ia menyebabkan emisi gas rumah kaca yang menghangatkan atmosfer Bumi.
Stats NZ mengatakan, peningkatan permukaan air laut itu diperparah dengan mencairnya lapisan es dan gletser. "Proyeksi perubahan iklim di masa depan mengindikasikan bahwa permukaan air laut akan terus naik," ujar Michele Lloyd, Juru Biara Stats NZ bagian agrikultur dan lingkungan.
"Peningkatan level permukaan air laut berdampak kepada komunitas pesisir, infrastruktur, hewan-hewan pesisir, dan keragaman hayatinya," katanya menambahkan.
Selandia Baru termasuk negara yang wilayah pesisirnya padat penduduk. Sekitar satu dari tujuh penduduk atau 675 ribu orang tinggal di daerah yang rawan banjir.
Sementara, 72 ribu lainnya tinggal di daerah yang diperkirakan terdampak peningkatan permukaan air laut. Pada 2020, laporan dari Deep South Challenge yang didanai pemerintah menemukan paling tidak 10 ribu rumah di kota-kota besar Selandia Baru akan terkena dampak parah pada 2050.
Di sisi lain, pemerintah lokal Selandia Baru mengestimasi total infrastruktur yang akan terekspos peningkatan permukaan air laut sekitar US$14 miliar atau Rp208 triliun.
Mengutip Royal Society, perubahan iklim akan berdampak kepada banjir, badai, kekeringan, dan kebakaran yang akan sering terjadi di Selandia Baru. Oleh karena itu, diperlukan tindakan signifikan untuk mengurangi emisi global atau gas rumah kaca.
Salah satu contoh dampaknya adalah jumlah rata-rata curah hujan tahunan yang diprediksi menurun di wilayah utara South Island serta utara dan timur North Island. Kekeringan pun akan lebih sering terjadi di timur dan utara Selandia Baru pada 2040.
(lth/lth)