Warga Tak Siap TV Digital, Dalih Batal atau Malah Dorongan buat ASO?

CNN Indonesia
Senin, 10 Okt 2022 06:45 WIB
Survei Nielsen di 11 kota mengungkap cuma 39 persen warga yang siap dengan program suntik mati TV analog. Alasan batalkan kebijakan atau dorongan realisasi?
Ilustrasi. Mayoritas warga diklaim tak siap Analog Switch Off (ASO). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mayoritas warga di 11 kota di Indonesia, termasuk Jakarta, disebut tak siap menjalani Analog Switch Off (ASO) dan beralih ke TV digital. Namun, haruskah itu jadi alasan membatalkan kebijakannya?

Berdasarkan hasil survei firma riset AC Nielsen per akhir September 2022, yang diterima CNNIndonesia.com pada Selasa (4/10), hanya 39 persen warga di 11 kota yang siap ASO.

Sementara itu di Jakarta, cuma 22 persen penduduk yang TV-nya terintegrasi siaran digital atau sudah memiliki teknologi DVBT2.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal tingkat penetrasi tv digital ke masyarakat,  Nielsen merinci di Jakarta hanya 43 persen, Bandung 40 persen, Surabaya 28 persen, Semarang 42 persen, dan terendah Medan 27 persen.

Di samping itu, Nielsen juga membeberkan kesiapan TV digital didominasi kalangan ekonomi menengah ke atas.

Pertama, dalam kepemilikan TV digital di 11 kota. Riset Nielsen menunjukkan kalangan atas mencapai 33,4 persen, kalangan menengah 57,3 persen, kalangan bawah 9,3 persen.

Kedua, dalam hal kesiapan rumah-rumah menyambut ASO. Kalangan atas 54,4 persen, kalangan menengah 43,5, dan kalangan bawah 2,1 persen.

Ketiga, khusus di Jakarta, yang siap beralih ke TV digital dari kalangan atas mencapai 54,6 persen, kalangan menengah 44,2 persen, serta kalangan bawah hanya 1,1 persen.

Berdasarkan UU Cipta Kerja, TV analog mestinya dimatikan total dan beralih ke TV digital dengan tenggat 2 November 2022. Kementerian Komunikasi dan Informatika sempat memberi tenggat bertahap berdasarkan wilayahnya.

Misalnya, Jabodetabek memulai ASO pada 5 Oktober. Namun, itu dibatalkan atas dasar desakan dari pihak industri televisi.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong mengungkap ASO di Jabodetabek yang seharusnya dimulai 5 Oktober diundur. Alasan penundaan jadwal itu dikatakan permintaan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).

"Untuk Jabodetabek kita menyiapkan tanggal 5 Oktober untuk ASO. Tetapi ATVSI yang membawahi lembaga penyiaran swasta itu, meminta Jabodetabek disesuaikan saja dengan aturan yang ada di undang-undang, yaitu 2 November," ungkap dia, Selasa (4/10).

"Karena kita sifatnya mendukung, pemerintah memfasilitasi juga permintaan dari ATVSI itu untuk pelaksanaan ASO Jabodetabek itu ke tanggal 2 November," imbuh dia.

ATVSI mengaku telah meminta Kemenkominfo menunda ASO di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. ATVSI menjelaskan penyebabnya faktor kesiapan warga menghadapi program ini.

"Ya betul, [penundaan] permintaan ATVSI," kata Syafril Nasution, Ketua ATVSI, lewat sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/10).

Syafril meminta Pemerintah mengkaji kembali kebijakan ASO ini dengan mempertimbangkan hasil survei.

"Pemerintah kita lihat perlu mengkaji melakukan survei bagaimana [kondisi] penduduk Indonesia. Yang jelas kita tidak boleh menyengsarakan, menyusahkan masyarakat Indonesia itu jelas," tuturnya.

Perlu ada perubahan aturan ASO di UU Cipta Kerja?

"Kalau nanti pemerintah [berdasarkan] hasil pantauan atau hasil data yang dilihat pemerintah bahwa 2 November itu perlu dipertimbangkan untuk mundur karena masyarakat Indonesia belum siap, itu nanti pemerintah," jawab Syafril, pada Kamis (6/10).

Pakar industri media Universitas Airlangga Suko Widodo menyebut Kominfo mestinya tak ragu-ragu soal kebijakan ASO.

"Saya melihat bahwa satu sisi Indonesia ini mimpi terlalu besar. Tapi di tingkat daerah gagal total. Karena, pemilik stasiun TV belum siap banget terutama yang lokal," kata dia, Rabu (5/10).

Meski begitu, Suko menilai migrasi ke TV digital merupakan hal mutlak. Di antara negara-negara lain di Asia Tenggara, cuma Indonesia dan Timor Leste yang belum menerapkannya.

"Saya sih [menilai migrasi ke TV] digital harus, tapi memang konsekuensinya dalam dunia yang makin canggih, nanti kalau dia pake analog enggak ada yang nonton, tapi kalau dia punya digital banyak alternattif," jelasnya.

Solusinya adalah dengan memberi subsidi terutama kepada televisi lokal dalam proses migrasi ini. "Jalan tengahnya pemerintah biayai tapi harus diawasi betul," tandas Suko.

(can/fea)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER