Riset Orang yang Sekarat, Pakar Yakin Ada Kehidupan Setelah Mati

CNN Indonesia
Selasa, 20 Des 2022 20:00 WIB
Ilustrasi. Dua pakar asal AS meyakini ada kehidupan setelah mati usai meriset orang-orang yang pernah sekarat. (Istockphoto/Katarzyna Bialasiewicz)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dua profesor pskiatri dari University of Virginia, Jim Tucker dan Jennifer Kim Penberthy meyakini ada kehidupan setelah mati.

Keduanya meyakini hal itu setelah melakukan riset terhadap orang-orang yang pernah hampir mati alias sekarat. "Ada lebih banyak hal daripada sekadar ide bahwa kita hidup di tubuh ini untuk kemudian mati. Itu saja," kata Penberthy seperti dikutip Insider.

Tucker dan Penberthy punya obyek penelitian berbeda. Tucker mempelajari pengalaman hampir mati (near-death experiences, NDE) dan anak-anak yang melaporkan memori dari kehidupan sebelumnya.

Sementara itu, Penberthy mempelajari pengalaman hampir mati dan komunikasi setelahnya (after-death experiences). Penberthy juga memasukkan orang-orang yang mengaku dikunjungi roh orang tercinta mereka.

Mengutip situs resmi University of Virginia, NDE merupakan "pola umum yang mungkin dialami kebanyakan orang ketika mereka mengalami ancaman intens, penyakit serius atau hampir meninggal.

Biasanya, ciri-ciri NDE berbeda pada masing-masing orang. Namun beberapa ciri yang bisa dikenali antara lain merasa nyaman dan bebas dari sakit, pikiran berfungsi lebih jelas dan bahkan bisa melihat roh terbang di atasnya, kemudian dapat melihat cuplikan masa depan yang belum terjadi.

Penberthy dan Tucker bekerja dengan cara mendengarkan cerita orang-orang tersebut. Mereka lalu menentukan mana pengalaman yang kredibel lalu mencari pola ilmiahnya.

Pada 2013 misalnya, Tucker dalam bukunya 'Return to Life' menggambarkan seorang pemuda, Ryan Hammons yang mengaku merupakan agen Hollywood di kehidupan sebelumnya.

Tucker menentukan, sebanyak 55 klaim dari Hammons cocok dengan pengalaman nyata dari Marty Martyn Ia merupakan seorang agen Hollywood yang meninggal pada 1964.

Lihat Juga :

Tucker juga menilai, 70 persen anak-anak yang menjadi obyek penelitiannya dapat menggambarkan cara mereka meninggal. Anak-anak itu sebelumnya mengaku punya memori dari kehidupan sebelumnya.

Kebanyakan, kematian tersebut terjadi secara traumatis. Banyak dari anak yang menjadi obyek penelitian merasa sedih terpisah dari keluarga sebelumnya.

Lebih lanjut, Tucker juga mengungkapkan sekitar 20 persen dari mereka mengaku punya memori saat berada di antara kematian dan kehidupan berikutnya. Selain itu, kebanyakan orang dengan NDE berbagi pengelihatan yang mirip antara satu dan yang lainnya.

"Seringnya, ketika seseorang mengalami serangan jantung atau sesuatu yang secara singkat menyebabkan otak mereka mati, kebanyakan dari mereka melihat rohnya melayang di atas tubuhnya," kata Tucker.

Di sisi lain, para pengkritik hal ini menyebut orang-orang yang sedang sekarat biasanya tertipu oleh otak mereka sendiri. Otak orang-orang itu akan membuat fantasi dan halusinasi.

Namun dalam sebuah artikel di jurnal Elsevier, Lauren Moore dan Bruce Greyson dari University of Virginia menyebut, pengalaman orang-orang dengan NDE cenderung terlihat lebih nyata daripada sekedar yang dibayangkan.

"Malah, hal itu terlihat lebih nyata, jelas dan detail daripada memori tentang peristiwa yang nyata dari periode yang sama," tulis para ahli itu.

"Riset lebih lanjut soal mekanisme memori soal pengalaman traumatik dibutuhkan melihat banyaknya peristiwa dan fenomena yang jelas dari NDE," tulis mereka lagi.

Sementara itu, Penberthy mengatakan, dirinya menunggu bidang risetnya menjadi lebih umum. Hal itu pernah terjadi di bidang riset meditasi yang sebelumnya dianggap sebagai pseudosains, namun kini telah mendapatkan kredibilitas.

"Sains adalah sebuah evolusi dan itu berubah. Di dunia saya, saya melihatnya berubah untuk memasukkan lebih banyak pendekatan ekspansif terhadap sesuatu," katanya.

Penberthy sendiri mengatakan, orang yang melihat roh orang-orang terkasihnya bisa lebih merelakan kepergian itu. Selain itu, orang-orang juga menjadi lebih spiritual tanpa harus menjadi lebih relijius. "Mereka pastinya meningkatkan kepercayaan bahwa kita hidup setelah kematian tubuh kita," katanya. 

(can/lth)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK