Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap hujan masih akan turun hingga Sabtu (31/12) hingga malam tahun baru Minggu (1/1/2023). Meskipun, intensitas hujan tidak sebanyak sebelumnya.
"Secara umum curah hujan melemah dari tanggal 30 ke 31 (Desember, red). Jabodetabek 31 Desember alhamdullah sudah berkurang, masih tersisa yang (indikator cuaca) orange," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam jumpa pers daring, Kamis (29/12).
BMKG sendiri menggunakan indikator warna untuk menggolongkan hujan ringan hingga ekstrem. Warna hijau digunakan untuk indikator hujan ringan, kuning dan oranye (sedang), oranye tua hingga merah (lebat) merah tua hingga pink (sangat lebat), dan ungu (ekstrem).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski ada indikasi berkurang, Dwikorita mengungkap masih ada peluang cuaca buruk terjadi di akhir tahun. Pasalnya, ada sejumlah wilayah yang masih memiliki warna merah di petanya.
"Pada 31 Desember kalau dilihat pada peta warna merah bertambah di Ujung Kulon, dan di Jateng bagian utara dan di Jatim bagian selatan. Sisanya merah pink itu [curah hujannya] mengarah bisa 100 mm-150 mm."
Hal serupa diungkapkan Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Fachri Rajab. Ia mengungkap, ada potensi hujan lebat justru pada dinihari tahun baru 2023.
Menurut Fachri, jelang malam pergantian tahun ada peningkatan intensitas hujan.
"Khusus tahun baru potensi hujan lebat dini hari, jadi kalau 31 Desember siang sore dan malam itu meningkat. Justru menjelang pergantian tahun mereda dan meningkat setelah pergantian tahun," ujar dia secara virtual, Kamis (29/12).
"Jadi perlu mengantisipasi saudara-saudara kita yang akan merayakan pergantian tahun [untuk] mempersiapkan sarana dan tidak terganggu kondisi hujan," sambungnya.
Kendati akan diguyur hujan, BMKG mengungkapkan secara umum intensitas cuaca buruk mereda. Sebelumnya, BMKG memprediksi cuaca buruk akan berlangsung hingga awal tahun.
Dwikorita mengungkapkan hal itu antara lain disebabkan karena Bibit Siklon Tropis di selatan Filipina dan pusat tekanan rendah di utara Australia.
"Inilah yang menolong, seakan-akan menghisap mengakibatkan warna merah atau pink tadi menjadi terurai. Menjadi tidak ada lagi," kata dia.
"Sebelum bibit, ada pusat tekanan rendah ada di Australia bagian utara, serta ada siklokasi siklonik berada di Laut China Selatan yang menginduksi terbentuknya peningkatan kecepatan angin lebih dari 25 knot di Laut China Selatan," kata Dwikorita.
Bibit Siklon dan pusat tekanan rendah itulah yang seperti 'menghadirkan' cuaca ekstrem di Indonesia. Pasalnya, bibit siklon dan pusat tekanan rendah mengundang angin berkecepatan tinggi dan gelombang tinggi di sekitarnya.
"Warna-warna pink tadi ada yang sebagian terhisap terurai ke arah selatan karena pengaruh tekanan rendah di Ausralia bagian utara. Dan ada yang sebagian terbawa ke oleh pengaruh bibit siklon tropis yang ada di Filipina," katanya.
"Jadi karena kehadiran bibit siklon dan pusat tekanan rendah ini yang mengakibatkan warna merah-merah tadi menjadi hilang. Karena menghindarkan dari kondisi ekstrem yang panjang," kata dia.
(lth)