Pakar Ungkap Hubungan Cuaca Ekstrem dan Pemanasan Global

CNN Indonesia
Rabu, 04 Jan 2023 09:36 WIB
BRIN mengungkapkan cuaca ekstrem dengan pemanasan global sangat terkait erat. Simak prosesnya di sini. Ilustrasi. Pemanasan global dan cuaca ekstrem berkaitan erat. (ANTARA FOTO/Darwin Fatir)
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap berbagai fenomena atmosfer pemicu cuaca ekstrem akhir 2022. Namun, benarkah itu sumber utama pemicunya?

Pada periode Natal dan Tahun Baru 2023, hujan lebat dan angin kencang yang disertai petir melanda berbagai daerah. Hingga kini, sisanya masih terasa di beberapa daerah.

Salah satu efek nyatanya adalah banjir di sekitar Jawa Tengah, terutama Semarang.

Dikutip dari siaran pers, Deputi Meteorologi BMKG Guswanto menerangkan bahwa potensi cuaca ekstrem dipicu oleh aktifnya sejumlah fenomena dinamika atmosfer di sekitar wilayah Indonesia.

Pertama, peningkatan aktivitas Monsun Asia. Kedua, kenaikan intensitas fenomena 'cold surge' atau seruakan dingin. Ketiga, potensi arus lintas ekuatorial yang membuat aliran massa udara dingin dari Asia memasuki wilayah Indonesia dan meningkatkan pertumbuhan awan hujan.

Ketiga, indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah Australia yang dapat memicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang cukup masif dan berpotensi hujan.

Keempat, fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yang aktif bersamaan dengan fenomena gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial, yang berkontribusi signifikan terhadap peningkatan curah hujan terutama di bagian tengah dan timur.

Dalam acara Bincang Sains bertajuk 'Waspada Cuaca Ekstrem' secara virtual, Rabu (28/12), Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi mengungkapkan sebab di balik fenomena-fenomena atmosfer itu.

"Saya biasanya menggambarkan [cuaca] dengan motor. Motor itu rodanya berputar, mesinnya. Kalau mesinnya digas, rodanya berputar lebih cepat," kata dia.

"Jadi mesinnya cuaca adalah dari Matahari, pemanasan. Kalau pemanasannya ini bertambah karena gas rumah kaca tadi, maka siklus hidrologi yang seperti rantai tadi akan berputar lebih cepat," ujar Didi.

"Karena berputar lebih cepat, artinya lebih cepat terjadi penguapan, lebih intens, lebih deras hujannya, jadi lebih basah sekaligus lebih kering," imbuhnya.

Didi menambahkan cuaca ekstrem sebetulnya sebuah fenomena yang normal, tetapi kini cenderung bertambah intensitasnya karena perbuatan manusia.

"Yang pertama itu, yang kita kenal pemanasan global. Akibat pembakaran fosil berlebih membuat perubahan iklim. Perubahan iklim ini pada dasarnya meningkatkan siklus hidrologi," jelasnya.

Selain itu, berubahnya tata guna lahan di perkotaan juga disebut mengurangi kualitas lingkungan, sehingga meningkatkan cuaca ekstrem dan potensi bencana.

Apa penyebab pemanasan global?

Dikutip dari situs Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, global warming yang menjadikan bumi semakin panas ini disebabkan oleh beberapa faktor.

1. Gas Rumah Kaca

Gas rumah kaca ini terjadi karena pembakaran minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Gas yang paling berpengaruh adalah karbon dioksida (CO2). Semua hal tersebut menyebabkan panas di Bumi tidak diteruskan ke luar angkasa, tapi terperangkap di atmosfer dan kembali lagi ke Bumi.

Sebenarnya, efek rumah kaca ini bisa bermanfaat untuk kehidupan manusia karena membuat hangat. Namun, hal ini jadi berbahaya jika berlebihan.

2. Penggunaan CFC berlebihan

Gas Chlorofluorocarbon (CFC) merupakan bahan kimia yang diproduksi untuk berbagai peralatan rumah tangga seperti AC atau pendingin dan kulkas.

Penggunaan CFC berlebihan dapat merusak molekul di lapisan ozon yang bertugas melindungi Bumi dari paparan sinar ultraviolet dan radiasi Matahari. Caranya, molekul CFC terurai setelah bereaksi dengan sinar UV untuk kemudian melepaskan atom klorin. Atom ini merusak dan melubangi ozon.

Selain radiasi Matahari yang memicu peningkatan suhu, sinar ultraviolet juga berbahaya bagi manusia karena bisa memicu kanker.

3. Penebangan hutan

Hutan menjadi salah satu penyerap karbondioksida di Bumi. Jika hutan sudah semakin gundul, CO2 semakin lama tidak terserap hingga menyebar di atmosfer dan memicu Bumi makin panas.

4. Polusi metana

Selain CO2, gas yang memicu global warming adalah metana. Dikutip dari situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), metana bisa mengurangi kadar oksigen di atmosfer hingga 19,5 persen.

Pada kadar yang tinggi, metana bisa memicu ledakan dan kebakaran. 

Materi ini sendiri berasal dari bakteri yang kekurangan oksigen untuk memecah bahan-bahan organik. Selain itu juga bisa diakibatkan penggunaan pupuk yang berlebihan.

(lom/arh)


[Gambas:Video CNN]
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER